KERANGKA DASAR AGAMA ISLAM VERSI ABDUL GOFUR
KERANGKA DASAR AGAMA ISLAM
Islam merupakan risalah
Allah SWT untuk mengatur hubungan
manusia dengan Khaliqnya , dengan diri manusia itu sendiri dan dengan sesama
manusia Pengaturan hubungan manusia dengan Tuhannya mencakup segenap aturan
yang berkenan dengan aqidah (keimanan / keyakinan ) dan ibadah ( ritual ).
Pengaturan hubungan manusia dengan dirinya sendiri didalam mencakup perihal
perilaku manusia dalam konteks akhlak , makanan dan bagaimana berpakaian /
berbusana. Adapun pengaturan hubungan manusia dengan manusia lainnya (sesama
manusia ) didalamnya memuat cakupan mu’amalah (ekonomi , sosial , budaya ,
Politik , dll ) dan uqubat ( sanksi pidana dan hukuman terhadap setiap
pelanggaran terhadap hak manusia dan hak Allah) pada garis besarnya agama Islam
terdiri atas aqidah syari’ah dan akhlak.
A.
SYARI’AH
Syari’at secara etimologis
berarti jalan . Syari’at Islam ialah satu sistem normal Ilahi yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia ,
hubungan manusia dengan alam lainnya Qa’idah Syariah Islaminyah ini garis
besarnya terbagi atas dua bagian besar :
1. Qa’idah Ibadah dalam arti
khas ( Qa’idah Ubudiyah ) yaitu tata cara Iilahi yang mengatur hubungan ritual
langsung antra hamba dengan Tuhannya , yang cara, acara, tata cara dan
upacaranya telah ditentukan secara terperinci dalam AL-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Pembahasan mengenai Ibadah dalam arti khsus ini biasanya berkisar sekitar :
Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Haji
2. Qa’idah Mu’amalah dalam arti
luas, tata aturan Iilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia
dan hubungan manusia dengan Mu’amalah dalam arti luas ini pada garis besarnya
terdiri atas dua bagian besar
a. Al-Qanunu I-khas – hukum
perdata (mu’amalah dalam arti agak luas) yang meliputi : Mu’amalah dalam arti
sempit = hukum niaga : munakahah = hukum nikah , waratsah = hukum waris , dsb
b. Al-Qanunu ‘I-‘Am- Hukum
Publik yang meliputi Jinayah = hukum Pidana , Khalifah = Hukum kenegaraan ,
Jihad = hukum perang dan damai , dsb
B.
TAUHID
Tauhid merupakan kewajiban
utama dan pertama yang diperhatikan Allah Kepada setiap Hamba-Nya Namun sangat
disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada Zaman sekarang ini tidak mengerti
hakekat dan kedudukan tauhid . Padahal tauhid inilah yang merupakan dasar agama
kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin
untuk megertii hakekat dan kedudukan tauhid. Hakekat Tauhid adalah mengesakan
Allah bentuk Penegasan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya
1.
MENGESAHAN ALAH DALAM
RUBUBIYAH-NYA
Maksudnya adalah
kita menyakini keesaan Allah dalam perbuatan – perbuatan yang hanya dapat
dilakukan oleh Allah, seperti menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta
berserta isinya, memberi Rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan
lainnya yang merupakan kekhususan bagi Allah Hal ini yang seperti ini diakui
oleh Seluruh manusia , tidak ada seorang pun yang meningkarinya Orang – orang
yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka
menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka padahal, jauh didalam
lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi
kecuali ada yang membuat dan mengaturnya . Mereka hanyalah membohongi kata hati
mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “ Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan ? ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu ? sebenarnya
mereka tidak menakini ( apa yang mereka katakan )”(Ath-Thur :35-36 ).
2.
MENGESAHKAN ALLAH DALAM
ULUHIYAH_NYA
Maksudnya adalah
kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan seperti
shalat, do’a, Nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harapan, cinta, takut dan
berbagai macam ibadah lainnya dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua
ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah
para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrik Quraisy. Hal
ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu”mengapa ia menjadikan ini benar – benar
suatu hal yang sangat mengherankan “(Shaad:5). Dalam ayat ini kaum musrikin
Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan
untuk ALLAH semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh
Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya
Pencipta alam semesta.
3.
MENGESAKAN ALLAH DALAM NAMA
DAN SIFAT-NYA
Maksudnya adalah
kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah yang diterangkan dalam
Al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Allah-lah
yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an dan
Hadits tersebut (yang dikenal dengan Asmaul
Husna). Sebagaimana firman-Nya “Dialah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah
Asmaul Husna.” (Al-Hasyr: 24)
Seseorang baru
dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah mengesakan Allah dan tidak
berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan
Allah (berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka dia
bukan muslim tulen tetapi dia adalah seorang musyrik.
4.
KEDUDUKAN TAUHID
Tauhid memiliki kedudukan
yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan
membawakan tentang kedudukan Tauhid
Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah yang banyak sekali dilanggar oleh
mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai seorang muslim namun pada
kenyataannya mereka menunjukkan sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain
Allah, baik itu kepada wali, orang shaleh, nabi, malaikat, jid, dan sebagainya.
5.
TAUHID ADALAH TUJUAN
PENCIPTAAN MANUSIA
Allah berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56) maksud
dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam segala macam
bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini
dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini
hanya untuk beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk
menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
Sebagaimana firman Allah “Dan tidaklah
Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main. Sekira-kiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah
Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.”
(Al Anbiya: 16-17). “Maka apakah kamu
mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115).
Terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak
Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Allah semata.
C.
TASAWUF
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang
memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya
dapat menimbulkan akhlak yang mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini
selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoteric dari diri manusia. Hal ini berbeda
dengan aspek fikih, khususnya pada bab thaharah yang memusatkan perhatian pada
pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah yang selanjutnya disebut sebagai
dimensi eksoterik.
Melalui studi tasawuf ini seseorang dapat mengetahui
tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya secara benar.
Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai
mengendalikan dirinya pada saat ia berinteraksi dengan orang lain, atau pada
saat melakukan berbagai aktifitas dunia yang menurut kejujuran, keikhlasan,
tanggung jawab, kepercayaan, dsb. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf
diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk
seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan,
penindasan, dsb.
Demikian pentingnya peranan tasawuf dalam kelangsungan
hidup manusia seutuhnya, maka tidak mengherankan apabila tasawuf demikian akrab
dengan kehidupan masyarakat Islam, setelah masyarakat tersebut membina akidah
dan ibadahnya, melalui ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Dengan demikian terjadilah
hubungan tiga serangkai yang amat harmonis yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak.
Berkenaan dengan ini telah bermunculan para peneliti yang mengonsentrasikan
kajiannya pada masalah tasawuf yang hasilnya telah disajikan dalam berbagai
literatur baik yang berbahasa Arab, Inggris maupun lain sebagainya. Keadaan ini
selanjutnya mendorong timbulnya kajian dan penelitian di bidang tasawuf.
AQIDAH
A.
Pengertian Akidah
Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut
bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti
mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah l dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid, dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah l dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid, dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS. An-Nisa: 69)
B. Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha’ dan
qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah
membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka
itu senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut
mereka qadha’ dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka
masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut
pembagian ulama:
1.
Tauhid Al-Uluhiyah, ialah mengesakan Allah
dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
2.
Tauhid Ar-Rububiyah, ialah rneng esakan Allah
dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang
Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
3.
Tauhid Al-Asma’ was-Sifat, ialah mengesakan
Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang
serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah
termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: “Qadar adalah
kekuasaan Allah”. Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan
kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang-
tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis
pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu
takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk
lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam,
seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini
adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah
kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan
Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan
hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah,
karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak boleh kita beribadah
melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf
ayat 40. (Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas).
C. Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW,
aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas
dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung
diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang
artinya berbunyi : "Kita
diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan
khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok
Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat
utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula
kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari
Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini
dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1
hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya
mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin
(pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad),
Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi
sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau
salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad
pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW.
Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan
ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul
sunnah dan salaf.
D. Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang
dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja
di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di
akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan
keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu
disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
1.
Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar
karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang
menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
2.
Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan.
Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang
ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam
Surat Al-Baqarah 170 yang artinya :
"Dan
apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3.
Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang
dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan
Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan
(ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah
meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat
berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai
penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan
tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan
kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika
mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya
: "Dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr."
5.
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara
Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak
jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang
telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6.
Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang
tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam.
Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan
fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya" (HR: Bukhari).Apabila anak terlepas dari
bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi
yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7.
Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi
yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa
diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi
yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak
mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk
menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut
diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang
shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik
demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah
An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan
barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97
yang artinya : "Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan."
Komentar
Posting Komentar