Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia dan eklamsia VERSI 5 ABDUL GOFUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Istilah
“pre-eklamsi” telah menggantikan istilah “toksemia”. Terdapat 5 % pada semua
kehamilan sebagai komplikasi, 20% pada kehamilan nullipara, 40% pada wanita
dengan penyakit ginjal kronik. Keterlambatan diagnosis dan ketidakpastian
pengobatan bisa berakhir dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yang
signifikan.
Kelainan hipertensi pada
kehamilan merupakan peyumbang utama terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan
prenatal. Komplikasi akibat kelainan hipertensi pada kehamilan secara konsisten
dicantumkan di antara tiga penyebab yang terlazim pada kematian ibu di semua
negara-negara maju. Insiden yang dilaporkan bergantung pada kriteria diagnosis,
dan terdapat kekurangan yang berbeda dari keseragaman.
Preeklampsi merupakan
penyulit dalam proses kehamilan yang kejadiannya senantiasa tetap tinggi.
Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh masyarakat merupakan
penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat berakibat buruk bagi ibu
maupun janin.
Dari kasus kehamilan yang
dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus preeklampsi atau
eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada semua
kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida (Muthar,1997). Masih tingginya
angka kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat kesehatan ibu
hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh
atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya tingkat kematian bumil dan
janin , sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan
menangani kasus preeklampsi . Keperawatan bumil dengan preeklampsi
merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya
komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi tersebut.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Masalah
a. Mengapa Tekanan darah Ny. Mira tinggi?
b. Mengapa pada pemeriksaan maboratorium terdapat protein
utin +2 dan edema kaki +2?
c. Mengapa Ny. Mira diberikan infuse MgSo4?
d. Apa hubungannya pendarahan 2 bulan yang lalu dengan
penyakit yang diderita sekarang?
e. Mengapa pada pemeriksaan fisik ditemukan 2 jari tinggi
diatas fundus?
2. Jawaban
a. Karena terjadi kerusakan vaskuler plasenta
b. Karena kurangnya suplai darah ke ginjal sehingga
ginjal meningkatkan kadar natrium dan elektrolit mengakibatkan penurunan
tekanan osmotic (edema). Akibat peningkatan permebealitas vaskuler
karena penurunan fungsi ginjal akibat penurunan
suoplai darah sehingga protein masuk ke dalam urin spasme arteola.
c. Untuk mengurangi edema pada kaki
d. ? (tupen)
e. ? (tupen)
C. TUJUAN
PEMBELAJARAN
1. Mengetahui
konsep penyakit pre-eklamsia dan eklamsia
a. Pengertian pre-eklamsia
dan eklamsia
b. Etiologi pre-eklamsia
dan eklamsia
c. Patofisiologi pre-eklamsia
dan eklamsia
d. Manifestasi pre-eklamsia
dan eklamsia
e. Pemeriksaan
penunjang pre-eklamsia dan eklamsia
f. Penatalaksanaan pre-eklamsia
dan eklamsia
g. Komplikasi pre-eklamsia
dan eklamsia
2. Asuhan
keperawatan pre-eklamsia dan eklamsia
SKENARIO
Ooooh
My Blood Pressure
Ny.
Mira, 31 years old, lived in bukittinggi, have three children and was 8 months
pregnant. At the time went to the midwife got blood pressure 170/110 mmHg, then
the midwife suggested Ny. Mira to go the hospital, because the midwife worried
that complicated pregnant and can bot handle it.
In achmad Moechtar, Doctors
ask Ny. Mira previous history of hypertension, perform a physical examination
and obtained TD:180/110 mmHg, pulse frequency 94x/m, RR 23x/m, HB 10g/dl and
urine protein: +2, edema of the legs +2, doctors gave MgSO4 infusion regimen,
put a catheter and urine give antihypertensive drugs.
Nurses assessment review
and Ny. Mira say that at 2 months of pregnancy have experienced bleeding a
little, but since then no bleeding ever again. Ny. Mira not know how his blood
pressure during this time, because no complaints and never went to the doctor.
On physical examination the nurses found two fingers high above the fundus. The
doctor explained that the current fetal growth possible interference. Therefore
it should be taken care of as well as investigation such as ultrasound, CTG and
laboratories. Ny. Mira treated in pathological pregnancies.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PREKLAMSIA
1. Defenisi
Pre eklamsia adalah keadaan
dimana tekanan darah meninggi disertai dengan adanya protein dalam urine
(proteinuria) dan adanya sembab (edema) pada kehamilan setelah 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Pre eklamsia dapat dibagi menjadi pre eklamsia
ringan dan berat. Umumnya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Disebut pre eklamsia ringan
apabila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik > 140 – 160 mmHg dan
diastolik > 90 – 110 mmHg, sedangkan
preeklamsia berat apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada kehamilan 20
minggu atau lebih.2 (Catatatan: Misalnya tekananan darah kita 120/80 maka
sistoliknya 120, diastoliknya 80) (Infomedika, Maret 2003).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya pre
eklamsia sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti. Teori dewasa ini
yang banyak dikemukakan sebagai sebab preeklamsia adalah iskemia plasenta,
tetapi teori ini tidak dapat menerangkan hal yang bertalian dengan penyakit
itu. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan penyebab kelainan ini,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai The Diseases Of Theory. Adapun
teori tersebut antara lain:
a. Peran Prostasiklin
Dan Tromboksan
Pada Pre-eklampsia
didapatkan adanya kerusakan endotel vaskular sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifitas
penggumpalan dan fibrinolisis yang kemudian akan diganti dengan trombin dan
plasmin. Trombin akan mengkosumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TA2) dan
Serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.3
b. Peran Faktor Imunologis
(kekebalan tubuh)
Pre-eklampsia sering
terjadi pada kehamilan pertama dan kadang tidak timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Fierlie FM (1982) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada serum.
1. Beberapa wanita dengan
pre-eklampsia mempunyai kompleks imun pada serum.
2. Beberapa studi juga
mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada pre-eklampsia diikuti dengan
proiteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan
meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistim imun humoral dan
aktivasi komplemen terjadi pada pre-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistim imunologis bisa meyebabkan pre-eklampsia.
c. Peran Faktor Genetik/
Familial (keturunan)
Beberapa bukti yang
menunjukan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia antara lain:
· Preeklamsia hanya terjadi
pada manusia
· Keturunan Ibu penderita
preeklamsia mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita preeklamsia.
3. Patofisiologi
Perubahan aliran darah pada
uterus dan plasenta adalah patofiologi yang terpenting pada pre-eklampsia dan
merupakan penentu hasil akhir kehamilan.
Perubahan pada plasenta dan uterus. Terjadi iskemik
uteroplasenter mengakibatkan ketidak seimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang. Hipoperfusi
uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan
vasokontriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus pembuluh darah yang lebih
tinggi. Oleh karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenta ini, terjadi
penurunan suplai darah yang mengandung suplai oksigen dan nutrisi ke janin.
Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan
kematian janin dalam kandungan kerena kurang oksigenasi. Dapat juga terjadi
kenaikan tonus uterus menyebabkan mudah terjadi partus prematurus.
Perubahan pada ginjal. Aliran darah ke ginjal
menurun menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Hal ini menyebabkan diuresis
turun, terjadi proteinuria, oliguria bahkan anuria. Penurunan filtrasi
glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium
terganggu sedangkan penyerapan oleh tubulus tetap, sehingga terjadi retensi
garam dan air.
Perubahan pada retina. Spasmus arteri retina
menyebabkan perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina sehingga terjadi skotoma, diplopia, dan ambliopia. Jarang
terjadi ablasio retina yang disertai buat sekonyong-konyong. Pelepasan retina
disebabkan oleh edema intraokuler dan 2 hari sampai 2 bulan setelah persalinan
retina melekat lagi.
Perubahan pada paru-paru. Dekompensasi kordis kiri
menyebabkan edema paru.
Perubahan pada otak. Aliran darah ke otak dan
pemakaian oksigen pada pre-eklampsia tetap dalam batas normal, dan menurun pada
eklampsia.
Metabolisme air dan elektrolit. Terjadi pergeseran cairan
dari ruang intravaskuler ke ruang intersisial diikuti kenaikan hematokrit,
peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema. Ini menyebabkan volume darah
berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.
Menyebabkan aliran darah ke bagian tubuh berkurang dan terjadi hipoksia.
4. Manifestasi klinis
Diagnosis pre-eklamsia
ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat
badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan proteinuria (terdapatnya protein
dalam urine). Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakkan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial ringan yang sering
pada kehamilan biasa, belum menunjukkan preeklamsia. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan
sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan
diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah
pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua
yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria
bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau
pemeriksaan kualitatif menunujukan + 1 atau + 2; atau kadar protein > 1 g/1 dalam urine yang
dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Disebut pre-eklampsia berat bila ditemukan gejala
berikut:
· Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.
· Proteinuria + > 5 g/24 jam atau > 3 pada tes celup
· Oliguria (< 400 ml dalam
24 jam).
· Sakit kepala hebat,
gangguan penglihatan atau perdarahan retina
· Nyeri epigastrium dan
ikterus
· Edema paru atau sianosis.
· Trombositopenia
· Edema pulmonal
· Pertumbuhan janin terhambat
· Kaku duduk (+) 1.
· Koma
· Mual muntah
5. Pemeriksaan Fisik
· Pertambahan berat badan
yang berlebihan, yaitu 1 kg atau lebih tiap minggu beberapa kali.
· Terjadi edema, bukan edema
pretibial ringan
· Hipertensi, peningkatan
tekanan sistolik >30 mmHg dan diastolik >15 mmHg
· Sakit kepala di daerah
frontal
· Skotoma, diplopia,
penglihatan kabur
· Nyeri di epigastrium
· Ikterus
· Mual, muntah-muntah
· Oliguria (urin <400 ml
dalam 24 jam)
· SianosisAA
· Kaku kuduk (+1)
6. Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium dasar :
· Evaluasi hematologik
(hematokrit, jumlah trombosit : trombositopeni (<100.000/mm3),
morfologi eritrosit pada sediaan hapusan darah tepi)
· Pemeriksaan fungsi hati
(bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase)
· Pemeriksaan urin :
proteinuria + > 5 g/24 jam atau > 3 pada tes celup
· Pemeriksaan fungsi ginjal
(ureum dan kreatinin)
Uji untuk meramalkan hipertensi :
· Roll-over test
· Pemberian infuse
angiotensin II
7. Terapi
Pengobatan pre-eklampsia
yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan
sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature.
Penundaan pengakhiran kehamilan dapat menyebabkan eklampsia atau kematian
janin. Indikasi pengakhiran kehamilan ialah (10 pre-eklampsia ringan dengan
kehamilan lebih dari cukup bulan, (2) pre-eklampsia dengan hipertensi dan/atau
proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin cukup matur, (3) pre-eklampsia
berat, (4) eklampsia.
Penanganan pre-eklampsia ringan
· Istirahat di tempat tidur,
berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat,
aliran darah ke ginjal lebih banyak, tekanan vena ekstremitas bawah turundan
reabsorbsi cairan dari daerah tersebut bertambah sehingga edema berkurang.
· Pemberian fenobarbital 3x30
mg, untuk menenangkan dan menurunkan tekanan darah.
Penanganan pre-eklampsia berat
· Pemberian sedative kuat
untuk mencegah kejang, seperti :
ü Larutan sulfas magnesikus
40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan intramuskulus bokong kiri atau kanan
sebagai permulaan, diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan.
ü Klorpromazin 50 mg
intramuskulus
ü Diazepam 20 mg
intramuskulus
· Penggunaan obat hipotensif
untuk menurunkan tekanan darah
· Apabila terjadi oliguria,
berikan glukosa 20% intravena
Jika
tidak ada perbaikan, lakukan pengakhiran kehamilan.
8. komplikasi
Komplikasi pre-eklamsia berat Komplikasi yang terberat
adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi lainnya adalah : • solusio plasenta.
biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut. • Hipofibrinogenemia.
maka dianjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala. • Hemolisis.
penderita PEB kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal
dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan
sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut. • perdarahan otak. merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia. • kelainan mata. kehilangan penglihatan untuk sementara,
yang berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang
terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia
serebri. • edema paru-paru. hal ini disebabkan karena payah jantung. • nekrosis
hati. nekrosis periportal hati merupakan akibat vasospasmus arteriol umum.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya. • sindroma HELLP. yaitu hemolisis, elevated liver
enzymes dan low platelet. • kelainan ginjal. kelainan ini berupa endoteliosis
glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal. • komplikasi lain. lidah tergigit, trauma dan fraktura karena
jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated
intravascular coagulation). • prematuritas, dismaturitas dan kematian janin
intra-uterin.
B. EKLAMSIA
1. Definisi
Eklamsia merupakan
komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan dengan adanya
kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang
– kadang tidak diketahui terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia
adalah onset baru hipertensi gestasi yang diikuti dengan kejang grand mal
(Zeeman, Fleckenstein, twickler,& Cunningham,2004), dan kejang pada
pre-eklampsia yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab
lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang pada eklampsia tidak berhubungan
dengan kondisi otak dan biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.
2.
Etiologi
Eklamsia dapat terjadi
apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia sama
dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi
tertentu yang dikenal, antara lain:
1.
Status primigravida
2.
Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
3.
Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
4.
Suami baru
5.
Usia ibu yang ekstrem (< 20 tahun, > 35 tahun)
6.
Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal
atau autoimun
7.
Diabetes Mellitus
8.
Kehamilan ganda
3.
Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda yang
terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang dipengaruhinya,
antara lain yaitu:
·
Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang
dari 30 ml/jam
§ Nyeri Epigastrium
§ Penglihatan kabur
§ Dyspnea
§ Sakit kepala
§ Nausea dan Vomitting
§ Scotoma
§ Kejang
Kebanyakan kasus dihubung- hubungkan
dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya
tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi
menjadi empat fase.
I. Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak
diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata berputar – putar
ketika otot wajah dan tangan tegang.
II. Stadium Tonik
Segera setelah fase
premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal. Terkadang ibu
menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki
menjadi kaku. Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu
berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
III. Stadium Klonik
Pada fase ini spasme
berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa, saliva yang
bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik nafas.
Setelah sekitar dua menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa
kasus menuju gagal jantung.
IV. Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara
nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa menit atau bahkan
dapat menetap sampai beberapa jam.
4. Patofisiologi
pada kehamilan normal,
volume vascular dan cardiac output meningkat. Meskipun meningkat, tekanan darah
tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
wanita hhamil menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti
angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat karena efek beberapa
vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan
endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat. Tromboxane
diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan vasokonstriksi
dan agregasi platelet.
Vasospasme menurunkan
diameter pembuluh darah, yang akan merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF.
Vasokonstriksi juga akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah.
Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan
placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang
terjadi adalah sebagai berikut:
§ Penurunan perfusi ginjal
menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR); sehingga urea nitrogen
darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
§ Penurunan aliran darah ke
ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini menyebabkan protein dapat
melewati membrane glomerular yang pada normalnya adalah impermeable terhadap
molekul protein yang besar. Kehilangan protein menyebabkan tekanan koloid
osmotic menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume intravascular, yang
meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit. Respon untuk
mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan dikeluarkan
untuk memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses patologik:
penambahan angiotensin II semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi;
aldosteron meningkatkan retensi carian dan edema akan semakin parah.
§ Penurunan sirkulasi ke hati
mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema hepatic dan perdarahan
sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis. Di manifestasikan
dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
§ Vasokonstriksi pembuluh
darah menyebabkan tekanan yang akan menghancurkan dinding tipis kapiler, dan
perdarahan kecil cerebral. Gejala vasospasme arteri adalah sakit kepala,
gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek
tendon dalam.
§ Penurunan tekanan koloid
onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler pulmonal mengakibatkan edema
pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
§ Penurunan sirkulasi
plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor resiko abruptio
placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta berkurang,
mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami
hipoksemia dan asidosis.
5.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria +2 atau +4
Proteinuria (5 g dalam
urine 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN)
kurang dari 10
Kreatinin serum meningkat
Klirens kreatinin 130-180
Trombositopenia
(Trombosit < 100.000/mm3)
AST meningkat
Hipofibrinogenemia
Oligohydramnion: amniotic
fluid index £ 50 mm
Asam urat: 7 mg/100ml
pH darah janin: < 7,20
b. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : terlihat adanya
ptekie/edema
6.
Komplikasi
Komplikasi yang biasanya
terjadi pada eklamsia adalah:
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya
terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada
pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta
disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat
Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis
menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan
pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang
dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus
tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan
penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan
untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan
hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah
jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati
pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada
penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal
hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver
enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa
endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus
ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah
anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma
dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated
intravascular coogulation).
11. Prematuritas, dismaturitas
dan kematian janin intra-uterin.
7.
Terapi
Pada
eklamsia yang harus diperhatikan adalah terjadinya kejang. Perawat harus
mengetahui tugasnya, tetap tenang, meyakinkan anggota keluarga yang lain, dan
menjelaskan pada mereka dan pada pasien kemudian apa yang terjadi dan mengapa
intervensi tertentu dilakukan. Magnesium sulfat adalah antikonvulsan terbaik
untuk pasien eklamsia. Apabila magnesium diberikan terlalu cepat ( infuse
dibawah 15 menit), dapat terjadi hipotensi berat, bradikardi, dan tahanan jantung
dan pernafasan. Monitor tanda – tanda vital setiap 15 menit selama infuse.
Keracunan magnesium dapat di terapi dengan kalsium glukonat parenteral ( 10 ml
dari pengenceran 10 %) di infuskan tidak melebihi 1-2 ml/menit (100-200
mg/menit). Efek samping dari magnesium antara lain:
Selama kejang fase tonik,
balikan tubuh pasien kea rah samping untuk memungkinkan mengalirnya saliva dari
mulut. Memasukan helai bantalan lidah dapat mencegah cedera pada mulut bila hal
tersebut dapat dilakukan tanpa paksaan. Pengaman tempat tidur harus diberikan
bantalan atau diletakkan bantal pada sisi – sisi nya. Mintalah bantuan. Ketika
fase klonik mulai, tetaplah berada di dekat pasien dan Bantu insersi jalan
napas oral, pemberian oksigen, pengamatan tanda – tanda vital janin, dan
pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang. Ibu tetap dalam posisi
rekumben lateral untuk menurunkan tekanan pada aorta dan vena kava inferior.
Hipoventilasi
dan asidosis sering terjadi selama kejang. Walaupun kejang hanya berlangsung
beberapa menit, sangat penting untuk tetap menjaga oksigenasi dengan pemberian
oksigen melalui masker dangan atau tanpa oksigen reservoir sebanyak 8 – 10 L/
menit. Setelah kejang berhenti dan pasien mulai bernafas kembali, oksigenasi
merupakan masalah yang jarang terjadi. Bagaimanapun juga, maternal hipoksemia
dan asidosis dapat berkembang pada wanita dengan kejang berulang dan dengan
aspirasi pneumonia, edema paru, atau kombinasi factor – factor ini. Monitoring
pulse oxymetri terus menerus dianjurkan pada pasien eklamsia. Analisa gas darah
diperlukan apabila monitoring oksimetri menunjukkan hasil yang
abnormal ( saturasi O2 92% atau kurang). Karena penyebaran lesi
yang diasebabakan oleh edema vasogenic mungkin didahului oleh
peningkatan tekanan darah tiba – tiba, maka diperlukan pengontrolan hipertensi
yang berat. Pencegahan kejang multiple sangat penting karena mayoritas wanita
dengan kejang multiple memiliki angka kjeadian infark cerebral.
Menjaga
tekanan darah sistolik pada 140-160 mmHg dan diastolic antara 90 dan 110 mmHg.
Hal ini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah pada rentang yang aman tapi
pada saat yang bersamaan menghindari terjadinya hipotensi. Alas an mengatasi
hipertensi yang berat adalah untuk menghindari kehilangan autoregulasi cerebral
dan mencegah gagal jantung tanpa membahayakan tekanan perfusi cerebral atau
aliran darah uteroplasenta jeopardizing, yang memang sudah menurun pada
kehamilan beberapa wanita dengan eklamsia (Sibai, 2005). Terapi untuk
hipertensi dikarenakan kehamilan diberikan ketika tekanan diastolic mencapai
atau lebih dari 105-110mmHg (Martin et al., 2005). Drug of choice untuk
antihipertensi pada eklamsia berdasarkan rekomendasi American College of
Obstetricians and Gynecologists adalah labetol, karena labetol efektif dalam
menurunkan tekanan perfusi cerebral tanpa membahayakan perfusi cerebral, dengan
cara menurunkan tekanan darah sistemik(Martin et al., 2005).
Pada
eklamsia persalinan harus terjadi dalam 12 jam setelah kejang. Apabila persalinan
per vaginam tidak terlaksana dalam 12 jam maka dilakukan caesarean.
I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Telephone :
Suami :
Pekerjaan :
No.Telephone :
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
- Pernah mengalami
pre-eklampsia
- Pernah mengalami eklampsia
- Hipertensi vaskular
- Diabetes Mellitus
- Penyakit ginjal
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Kehamilan Ganda
- Mola Hidatidosa
- Nyeri kepala di daerah
frontal
- Penglihatan kabur
- Scotoma
- Muntah
- Mual keras
- Nyeri di epigastrium
- Hiperrefleksia
- Kejang
- Dyspnea
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ada keluarga yang juga
mengalami pre – eklampsia
- Keluarga mengalami
eklampsia
d. Riwayat Obstetri
G2 P1 H1 A0
Anak Ke
|
Lahir
|
BB
|
Keluhan
|
Keterangan
|
1
|
Cecsio caesarea
|
2,5 kg
|
Anak lahir premature pada
usia kehamilan 8 bulan
|
Ibu mengalami pre
eklamsia
|
Riwayat menstruasi:
- Ibu pertama kali
mendapatkan menstruasi pada umur 12 tahun
-
Setelah 3 bulan menstruasi ibu mulai teratur, ibu tidak mengalami keluhan
selama menstruasi
Riwayat
KB:
Ibu
tidak menggunakan KB
Riwayat
Konsumsi:
Ibu
menyukai makanan bergaram
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
TD: Sistolik > 160
mmHg P: < 14 x/menit
Diastolik > 110
mmHg S: 40oC
MAP: 160/110 = 127
N:
< 80 x/menit
Eliminasi :
- Fungsi
ginjal menurun
- Proteinuria
- Output
urine < 400ml/24 jam
Makanan/Cairan:
- Mual/Muntah
- Edema
yang dapat meliputi ekstremitas, wajah, dan sistem organ. Edema dinilai dari
distribusi, derajat dan pitting. Jika di periorbital atau wajah tidak jelas,
ibu ditanyai apakah edemanya lebih jelas saat ia baru bangun tidur. Edema dapat
digambarkan sebagai dependen atau pitting.
- Malnutrisi
(kurang berat badan 20% atau lebih besar); masukan protein/kalori kurang
- Penambahan
berat badan 2+lb (0,9072 kg) atau lebih dalam 1 mgg, 6 lb (2,72 kg) atau lebih
per bulan.
Neurosensori:
- Sakit
kepala frontal
- Penglihatan
kabur
- Scotoma
- Fotofobia
- Hiperrefleksia
+3 atau lebih; klonus di pergelangan kaki.
- Kejang
- Pemeriksaan
funduskopi: edema atau spasme vaskuler
Nyeri/Ketidaknyamanan:
- Nyeri
Epigastrium (regio kuadran kanan atas)
Pernapasan:
- Mungkin
ada krekels
- Frekuensi
< 14 x/menit
Seksualitas:
- Gerakan
bayi berkurang
- Tanda
– tanda abrupsi placenta
- Gestasi
multipel
- Primigravida
- Mola
hidatidosa
- Hidramnion
Pada
Janin:
- DJJ:
deselerasi lambat
- IUGR
pada fetus
II. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan
b.d kehilangan protein plasma
2. Penurunan curah jantung b.d
hipovolemia
3. Kelebihan volume cairan
berhubungn dengan penurunan tekanan osmotic dan peningkatan permeabilitas
vaskuler
4. Resiko tinggi cidera b.d
kejang tonik – klonik, penurunan jumlah platelet
5. Perubahan perfusi jaringan
utero-placenta b.d vasospasme arteri spiral
6. Perubahan rasa nyaman:
Nyeri
7. Resiko tinggi perubahan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan tidak adekuat (nausea, vomit)
III. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Defisit
Volume Cairan
Berhubungan dengan:
- Kehilangan volume cairan
secara aktif
- Kegagalan
mekanisme pengaturan
DS :
- Haus
DO:
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan
darah, penurunan volume/tekanan nadi
- Pengisian vena menurun
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat
- Kehilangan
berat badan secara tiba-tiba
- Penurunan
urine output
- HMT
meningkat
- Kelemahan
|
NOC:
v Fluid balance
v Hydration
v Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan
teratasi dengan kriteria hasil:
v Mempertahankan urine output sesuai dengan
usia dan BB, BJ urine normal,
v Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
v Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
v Orientasi
terhadap waktu dan tempat baik
v Jumlah
dan irama pernapasan dalam batas normal
v Elektrolit,
Hb, Hmt dalam batas normal
v pH
urin dalam batas normal
v Intake
oral dan intravena adekuat
|
NIC :
· Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
· Monitor
status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
· Monitor
hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin,
albumin, total protein )
· Monitor
vital sign setiap 15menit – 1 jam
· Kolaborasi
pemberian cairan IV
· Monitor
status nutrisi
· Berikan
cairan oral
· Berikan
penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
· Dorong
keluarga untuk membantu pasien makan
· Kolaborasi
dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
· Atur kemungkinan
tranfusi
· Persiapan untuk
tranfusi
· Pasang kateter jika
perlu
· Monitor intake dan
urin output setiap 8 jam
|
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Penurunan curah
jantungb/d hipovolemia.
DO/DS:
- Aritmia, takikardia, bradikardia
- Palpitasi, oedem
- Kelelahan
- Peningkatan/penurunan JVP
- Distensi vena jugularis
- Kulit dingin dan lembab
- Penurunan denyut nadi perifer
- Oliguria, kaplari refill lambat
- Nafas pendek/ sesak nafas
- Perubahan warna kulit
- Batuk, bunyi jantung S3/S4
- Kecemasan
|
NOC :
· Cardiac Pump effectiveness
· Circulation Status
· Vital Sign Status
· Tissue perfusion: perifer
Setelah
dilakukan asuhan selama………penurunan kardiak output klien teratasi dengan
kriteria hasil:
v Tanda
Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
v Dapat
mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
v Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
v Tidak ada penurunan kesadaran
v AGD dalam batas normal
v Tidak ada distensi vena leher
v Warna kulit normal
|
NIC :
v Evaluasi
adanya nyeri dada
v Catat adanya disritmia jantung
v Catat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac putput
v Monitor
status pernafasan yang menandakan gagal jantung
v Monitor balance cairan
v Monitor
respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
v Atur
periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
v Monitor toleransi aktivitas pasien
v Monitor
adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
v Anjurkan untuk menurunkan stress
§ Monitor
TD, nadi, suhu, dan RR
§ Monitor
VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§ Auskultasi
TD pada kedua lengan dan bandingkan
§ Monitor
TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§ Monitor
jumlah, bunyi dan irama jantung
§ Monitor
frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor pola pernapasan abnormal
§ Monitor
suhu, warna, dan kelembaban kulit
§ Monitor sianosis perifer
§ Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
§ Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign
§ Jelaskan
pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
§ Sediakan
informasi untuk mengurangi stress
§ Kelola
pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung
§ Kelola
pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer
§ Minimalkan
stress lingkungan
|
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Risiko Injury
Faktor-faktor risiko :
Eksternal
- Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan
masyarakat, bangunan dan atau perlengkapan; mode transpor atau cara perpindahan; Manusia atau
penyedia pelayanan)
- Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi dalam
masyarakat, mikroorganisme)
- Kimia
(obat-obatan:agen farmasi, alkohol, kafein, nikotin, bahan pengawet,
kosmetik; nutrien: vitamin, jenis makanan; racun; polutan)
Internal
- Psikolgik (orientasi afektif)
- Mal nutrisi
- Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia
- Perubahan faktor pembekuan,
- Trombositopeni
- Sickle cell
- Thalassemia,
- Penurunan Hb,
- Imun-autoimum tidak berfungsi.
- Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak
berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia
(fisiologik, psikososial)
- Fisik
(contoh : kerusakan kulit/tidak utuh, berhubungan dengan mobilitas)
|
NOC :
Risk Kontrol
Immune status
Safety Behavior
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama…. Klien tidak mengalami
injury dengan kriterian hasil:
v Klien terbebas dari cedera
v Klien
mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
v Klien
mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal
v Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah
injury
v Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
v Mampu
mengenali perubahan status kesehatan
|
NIC : Environment Management
(Manajemen lingkungan)
§ Sediakan
lingkungan yang aman untuk pasien
§ Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
§ Menghindarkan
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
§ Memasang side rail tempat tidur
§ Menyediakan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
§ Menempatkan
saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
§ Membatasi pengunjung
§ Memberikan penerangan yang cukup
§ Menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien.
§ Mengontrol lingkungan dari kebisingan
§ Memindahkan
barang-barang yang dapat membahayakan
§ Berikan
penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pre eklamsia adalah keadaan dimana tekanan
darah meninggi disertai dengan adanya protein dalam urine (proteinuria) dan
adanya sembab (edema) pada kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah
persalinan
Eklamsia merupakan
komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan dengan adanya
kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang
– kadang tidak diketahui terlebih dahulu.
B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini disusun,
penulis berharap pembaca dapat mempelajari dan memahami tentang gangguan sistem reproduksi
pre-eklamsia-eklamsia. Penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun, sehingga penulis dapat menjadi lebih baik untuk masa yang akan
datang dalam penyusunan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,dkk.2005.Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, ed 4.Jakarta:EGC.
Reeder,dkk.1997.Maternity
Nursing, ed 18.Philadelphia:Lipincott.
Scott, James.R,dkk.2002.Buku
Saku Obstetri & Gynekologi.
Jakarta:Wedia Medika.
Doenges,
Marilynn.E.2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi, ed 2.
Jakarta: EGC.
Murray,Sharon
Smith.2002.Foundations of Maternal-Newborn Nursing.Philadelphia: WB
Saunders Company.
White,Ann.2006. Emergency Care of
Postpartum Patients with Preeclampsia and Eclampsia.
http//www.nursingcenter.com
Mayes,M.2007.Eclampsia.http//wikipedia.com
Komentar
Posting Komentar