Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia dan eklamsia VERSI 1 ABDUL GOFUR
Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia
dan eklamsia
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia dan
eklamsia
A. Pengertian
Preeklampsia adalah
sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam
Muctar, 1998 ).
Tidak berbeda dengan
definisi Rustam, Manuaba ( 1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia
gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria
(protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada
kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selain itu,
Mansjoer ( 2000 ) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran
Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh
hipertensi, edema, dan proteinuria.
Berdasarkan beberapa
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa preeklampsia (
toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul ada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema(penimbunan cairan dalam
tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) dan poteinuria yang
muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
Eklampsia adalah kelainan
pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
PE-E hampir secara
eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya
terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan
tahun atau pada wanita yangberumur lebih dari 35 tahun.
Eklamsia adalah suatu
penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita hamil atau nifas dengan
tanda-tanda pre eklamsia. (sarwono, 2005).Eklamsia adalah terjadinya kejang
pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapt disebabkan oleh hal
lain. (Cunningham, 2005). Eklamsia adalah pre eklamsia tang disertai
kejang-kejang, kelainan akut pada ibu hamil. (Maimunah, 2005)
Kondisi gawat terjadi
bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di
otak. Pada tahap inibisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada
kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang selama 30
detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30
menit.Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan
bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagaljantung, gagal ginjal, terganggunya
fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.
B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab
preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat
banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat
diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1.
Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2.
Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3.
Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4.
Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5.
Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. Penyebab PIH
tidak diketahui; namun demikian, penelitian terakhir menemukan suatu organisme
yang disebut hydatoxi lualba.
Faktor Risiko :
·
Kehamilan pertama
·
Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
·
Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
·
Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun
·
Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal,
migraine,
dan
tekanan darah tinggi)
·
Kehamilan kembar,
C. Patofisiologi
Pada preeklampsia
terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan
iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat
hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan
terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin
yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme
sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan
koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang
di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan
perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme
bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ.
Gangguan
multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya
gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan
diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis
menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah
akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah
akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan
sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi
pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan
meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat.
Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus
sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri
dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria.
Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi
akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan
merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat.
Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam
laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah,
lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
D.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus
dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2. Gangguan
penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan
cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel a ibu merasa
gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
4. Nyeri perut a nyeri
perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5. Gangguan pernafasan
sampai cyanosis
6. Terjadi gangguan
kesadaran
E.
Klasifikasi
Dibagi menjadi 2
golongan, yaitu sebagai berikut :
a.
Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
·
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
·
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1
kg atau lebih per minggu.
·
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1
+ atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b.
Preeklampsia Berat
·
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
·
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
·
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
·
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
·
Terdapat edema paru dan sianosis.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
·
Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan,
edema, hipertensi, dan timbul proteinuria
·
Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri
epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan
muntah.
·
Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
·
Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan
proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
G. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
·
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
·
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
·
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2.
Urinalisis
Ditemukan protein dalam
urine.
3.
Pemeriksaan Fungsi hati
·
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
·
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
·
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
·
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N=
15-45 u/ml )
·
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N=
<31 u/l )
·
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4.
Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N=
2,4-2,7 mg/dl )
b.
Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi
pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b.
Kardiotografi
Diketahui denyut jantung
janin bayi lemah.
H. Komplikasi
Tergantung pada derajat
preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:
a.
Pada Ibu
·
Eklapmsia
·
Solusio plasenta
·
Pendarahan subkapsula hepar
·
Kelainan pembekuan darah ( DIC )
·
Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count)
·
Ablasio retina
·
Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b.
Pada Janin
·
Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
·
Prematur
·
Asfiksia neonatorum
·
Kematian dalam uterus
·
Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
Pre-eklamsia
a. Penatalaksanaan
pre-eklampsia ringan
1. Dapat
dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. Tidak
perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu
dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
3. Istirahat
yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam
pada malam hari)
4. Pemberian
luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. Pemberian
asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. Bila
tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500mg/hari),
atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau
pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
7. Diet
rendah garam dan diuretik tidak perlu
8. Jika
maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. Indikasi
rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat
jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau
pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat
antihipertensi.
10. Jika dalam
perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika
perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. Pengakhiran
kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin
terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi
lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. Persalinan pada
pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi
untuk mempercepat kala ii.
b. Penatalaksanaan
pre-eklampsia berat
Dapat ditangani secara
aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi
bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan
dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap PEMANTAUAN
JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!
2. Penatalan
Eklamsia
Eklampsia adalah kelainan
akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang ditandai dengan
timbulnya kejang dan / atau koma. Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan
gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat
kelainan neurologik lain). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala
pre-eklampsia disertai kejang dan atau koma.
Tujuan pengobatan :
menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi
hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran
kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi,
sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
Sikap obstetrik :
mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu. Pengobatan
medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2
g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit
setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja.
Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !! Perawatan pada
serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan
sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan
pada tempat tidur secukupnya.
Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Pre-eklamsia Dan Eklamsia
A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu
bersalin dengan pre eklampsia adalah :
a.
Data subyektif :
–
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
–
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
–
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
–
Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
–
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
–
Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b.
Data Obyektif :
–
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
–
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
–
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
–
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks+)
–
Pemeriksaan penunjang :
·
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,
diukur 2 kali dengan interval 6 jam
·
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (
biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
·
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
·
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
·
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Gangguan
perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah.
2. Resiko
terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan
volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan
cardiac out put
4. Gangguan
pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang
pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi
informasi
6. Pola
nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
C.
Rencana Keperawatan
1. Gangguan
perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah:
Tujuan
: Perfusi jaringan otak adekuat danTercapai secara optimal.
Intervensi:
1. Monitor
perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung,
letargi, pingsan )
2. Obsevasi
adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab, cacat kekuatan nadi
perifer.
3. Kaji
tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
4. Dorong
latihan kaki aktif / pasif
5. Pantau
pernafasan
6. Kaji
fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual,
distaensi abdomen, kontipasi
7. Pantau
masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko
terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta
sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak
terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu dan
atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
1. Anjurkan
penderita untuk tidur miring ke kiri
2. Anjurkan
pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa
kehamilan:
–
1 x/bln pada trisemester I
–
2 x/bln pada trisemester II
–
1 x/minggu pada trisemester III
1. Pantau
DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
2. Motivasi
pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan
b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan
: Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
1. Auskultasi
bunyi nafas akan adanya krekels.
2. Catat
adanya DVJ, adanya edema dependen
3. Ukur
masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan.
4. Pertahankan
pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
5. Berikan
diet rendah natrium atau garam.
4. Gangguan pemenuhan ADL
b/d immobilisasi; kelemahan
Tujuan
: ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1. Kaji
toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi 20/m
diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah, Dispenia,
nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsang.
2. Tingakat
istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan
aktifitas senggang yang taidak berat.
3. Kaji
kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan
kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan
perawatan diri.
4. Dorong
memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan
keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.
6. Anjurakan
pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
7. Jelasakn
pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat
tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar
berdiri dst.
5. Kurang
pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi
informasi
Tujuan
: Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1. Identifikasi
dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
2. Mempertahankan
kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
3. Terima
tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
4. Orientasikan
klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
5. Jawab
pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi
bila perlu.
6. Dorong
kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
6. Pola nafas
tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
Tujuan
: Pola nafas yang efektif.
Intervensi: Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia
dan eklamsia
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pre-eklamsia dan
eklamsia
A. Pengertian
Preeklampsia adalah
sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam
Muctar, 1998 ).
Tidak berbeda dengan
definisi Rustam, Manuaba ( 1998) mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemia
gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria
(protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada
kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selain itu,
Mansjoer ( 2000 ) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000). Menurut kamus saku kedokteran
Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh
hipertensi, edema, dan proteinuria.
Berdasarkan beberapa
definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa preeklampsia (
toksemia gravidarum ) adalah sekumpulan gejala yang timbul ada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema(penimbunan cairan dalam
tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) dan poteinuria yang
muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
Eklampsia adalah kelainan
pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
PE-E hampir secara
eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya
terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan
tahun atau pada wanita yangberumur lebih dari 35 tahun.
Eklamsia adalah suatu
penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita hamil atau nifas dengan
tanda-tanda pre eklamsia. (sarwono, 2005).Eklamsia adalah terjadinya kejang
pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapt disebabkan oleh hal
lain. (Cunningham, 2005). Eklamsia adalah pre eklamsia tang disertai
kejang-kejang, kelainan akut pada ibu hamil. (Maimunah, 2005)
Kondisi gawat terjadi
bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di
otak. Pada tahap inibisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada
kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang selama 30
detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30
menit.Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan
bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagaljantung, gagal ginjal, terganggunya
fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.
B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab
preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat
banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat
diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
1.
Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,
dan mola hidatidosa.
2.
Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3.
Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
4.
Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
5.
Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. Penyebab PIH
tidak diketahui; namun demikian, penelitian terakhir menemukan suatu organisme
yang disebut hydatoxi lualba.
Faktor Risiko :
·
Kehamilan pertama
·
Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
·
Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
·
Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun
·
Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal,
migraine,
dan
tekanan darah tinggi)
·
Kehamilan kembar,
C. Patofisiologi
Pada preeklampsia
terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan
iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat
hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan
terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin
yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme
sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan
koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang
di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan
perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme
bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ.
Gangguan
multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya
gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan
diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis
menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah
akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah
akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan
sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi
pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan
meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat.
Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus
sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri
dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria.
Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi
akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan
merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat.
Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam
jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam
laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah,
lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
D.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus
dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2. Gangguan
penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan
cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel a ibu merasa
gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
4. Nyeri perut a nyeri
perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5. Gangguan pernafasan
sampai cyanosis
6. Terjadi gangguan
kesadaran
E.
Klasifikasi
Dibagi menjadi 2
golongan, yaitu sebagai berikut :
a.
Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
·
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
·
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1
kg atau lebih per minggu.
·
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1
+ atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b.
Preeklampsia Berat
·
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
·
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
·
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
·
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium.
·
Terdapat edema paru dan sianosis.
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
·
Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan,
edema, hipertensi, dan timbul proteinuria
·
Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri
epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan
muntah.
·
Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
·
Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan
proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
G. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
·
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
·
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
·
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2.
Urinalisis
Ditemukan protein dalam
urine.
3.
Pemeriksaan Fungsi hati
·
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
·
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
·
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
·
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N=
15-45 u/ml )
·
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N=
<31 u/l )
·
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4.
Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N=
2,4-2,7 mg/dl )
b.
Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi
pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b.
Kardiotografi
Diketahui denyut jantung
janin bayi lemah.
H. Komplikasi
Tergantung pada derajat
preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:
a.
Pada Ibu
·
Eklapmsia
·
Solusio plasenta
·
Pendarahan subkapsula hepar
·
Kelainan pembekuan darah ( DIC )
·
Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count)
·
Ablasio retina
·
Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b.
Pada Janin
·
Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
·
Prematur
·
Asfiksia neonatorum
·
Kematian dalam uterus
·
Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
Pre-eklamsia
a. Penatalaksanaan
pre-eklampsia ringan
1. Dapat
dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. Tidak
perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu
dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
3. Istirahat
yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam
pada malam hari)
4. Pemberian
luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. Pemberian
asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. Bila
tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500mg/hari),
atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau
pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
7. Diet
rendah garam dan diuretik tidak perlu
8. Jika
maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. Indikasi
rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat
jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau
pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat
antihipertensi.
10. Jika dalam
perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika
perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. Pengakhiran
kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin
terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi
lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. Persalinan pada
pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi
untuk mempercepat kala ii.
b. Penatalaksanaan
pre-eklampsia berat
Dapat ditangani secara
aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi
bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan
dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap PEMANTAUAN
JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!
2. Penatalan
Eklamsia
Eklampsia adalah kelainan
akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang ditandai dengan
timbulnya kejang dan / atau koma. Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan
gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat
kelainan neurologik lain). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala
pre-eklampsia disertai kejang dan atau koma.
Tujuan pengobatan :
menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi
hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran
kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi,
sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
Sikap obstetrik :
mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu. Pengobatan
medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2
g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit
setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja.
Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !! Perawatan pada
serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan
sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan
pada tempat tidur secukupnya.
Asuhan Keperawatan
Pasien dengan Pre-eklamsia Dan Eklamsia
A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu
bersalin dengan pre eklampsia adalah :
a.
Data subyektif :
–
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
–
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
–
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
–
Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta
riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
–
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
–
Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b.
Data Obyektif :
–
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
–
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
–
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
–
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks+)
–
Pemeriksaan penunjang :
·
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,
diukur 2 kali dengan interval 6 jam
·
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (
biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
·
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
·
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
·
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Gangguan
perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah.
2. Resiko
terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan
volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan
cardiac out put
4. Gangguan
pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang
pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi
informasi
6. Pola
nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
C.
Rencana Keperawatan
1. Gangguan
perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah:
Tujuan
: Perfusi jaringan otak adekuat danTercapai secara optimal.
Intervensi:
1. Monitor
perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung,
letargi, pingsan )
2. Obsevasi
adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab, cacat kekuatan nadi
perifer.
3. Kaji
tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
4. Dorong
latihan kaki aktif / pasif
5. Pantau
pernafasan
6. Kaji
fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual,
distaensi abdomen, kontipasi
7. Pantau
masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko
terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta
sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan: Gawat janin tidak
terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu dan
atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
1. Anjurkan
penderita untuk tidur miring ke kiri
2. Anjurkan
pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan masa
kehamilan:
–
1 x/bln pada trisemester I
–
2 x/bln pada trisemester II
–
1 x/minggu pada trisemester III
1. Pantau
DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janin setiap hari
2. Motivasi
pasien untuk meningkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan
b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan
: Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
1. Auskultasi
bunyi nafas akan adanya krekels.
2. Catat
adanya DVJ, adanya edema dependen
3. Ukur
masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan.
4. Pertahankan
pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
5. Berikan
diet rendah natrium atau garam.
4. Gangguan pemenuhan ADL
b/d immobilisasi; kelemahan
Tujuan
: ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1. Kaji
toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi 20/m
diatas frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah, Dispenia,
nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsang.
2. Tingakat
istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan
aktifitas senggang yang taidak berat.
3. Kaji
kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan
kelelahan, tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan
perawatan diri.
4. Dorong
memjukan aktifitas atau toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan
keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.
6. Anjurakan
pasiien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
7. Jelasakn
pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat
tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar
berdiri dst.
5. Kurang
pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi
informasi
Tujuan
: Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1. Identifikasi
dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
2. Mempertahankan
kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
3. Terima
tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
4. Orientasikan
klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
5. Jawab
pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi
bila perlu.
6. Dorong
kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
6. Pola nafas
tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
Tujuan
: Pola nafas yang efektif.
Intervensi:
1. Pantau tingkat
pernafasan dan suara nafas.
2. Atur
posisi fowler atau semi fowler.
3. Sediakan
perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
4. Berikan
obat sesuai petunjuk.
5. Sediakan
oksigen tambahan.
1. Pantau tingkat
pernafasan dan suara nafas.
2. Atur
posisi fowler atau semi fowler.
3. Sediakan
perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
4. Berikan
obat sesuai petunjuk.
5. Sediakan
oksigen tambahan.
Komentar
Posting Komentar