UNSUR LAPORAN KEUANGAN
UNSUR
LAPORAN KEUANGAN
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP),
Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan berbasis akrual
terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan
laporan finansial, yang jika diuraikan adalah sebagai berikut:
1.
Laporan Realisasi Anggaran;
2.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
3.
Laporan Operasional;
4.
Laporan Perubahan Ekuitas;
5.
Neraca;
6.
Laporan Arus Kas;
7.
Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan
pelaksanaan anggaran adalah Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih, sedangkan yang termasuk laporan finansial adalah Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca dan Laporan Arus Kas.
Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas
pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang
mempunyai fungsi perbendaharaan umum, dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan
yang menyusun laporan keuangan konsolidasinya.
A. LAPORAN
REALISASI ANGGARAN
Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) menyediakan informasi mengenai anggaran dan realisasi
pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari
suatu entitas pelaporan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan
dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi,
akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran karena
menyediakan informasi-informasi sebagai berikut:
1.
Informasi mengenai sumber, alokasi, dan
penggunaan sumber daya ekonomi;
2.
Informasi mengenai realisasi anggaran secara
menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal
efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
LRA
menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang
akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode
mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. Selain itu, LRA
juga dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan keuangan
pemerintah tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi dalam
penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sehingga dapat menilai apakah suatu
kegiatan/program telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat, sesuai
dengan anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap
komponen dalam LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran
seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang
material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci
lebih lanjut atas angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Namun dari
segi struktur, LRA Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan ini lebih diakibatkan
karena adanya perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Penyusunan
dan penyajian LRA didasarkan pada akuntansi anggaran, akuntansi pendapatan-LRA,
akuntansi belanja, akuntansi surplus/ defisit, akuntansi pembiayaan dan
akuntansi sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA), yang mana
berdasar pada basis kas.
1. Akuntansi
Anggaran
Salah
satu perbedaan utama akuntansi pemerintahan dengan akuntansi perusahaan
komersial terletak pada akuntansi anggaran. Dalam pemerintahan, pencatatan
telah dimulai pada saat anggaran (APBN/APBD) disahkan dan dialokasikan.
Akuntansi
anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang
digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan
pembiayaan. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran
yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Anggaran
pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi
estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan
menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
2. Akuntansi
Pendapatan-LRA
Pendapatan
negara/daerah merupakan iuran rakyat yang diamanatkan kepada Pemerintah,
sehingga akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan pengendalian
bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.
Pendapatan-LRA
diakui pada saat uang diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah, yang mana
pencatatan pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu mencatat
jumlah bruto penerimaan, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran), namun ketika biaya atas pendapatan
tersebut bersifat variabel dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu
dikarenakan proses belum selesai, maka dapat mencatat nilai netonya.
Pemerintah
mungkin saja melakukan kekeliruan dalam menghitung tagihan pendapatan yang
mengakibatkan kelebihan penerimaan pendapatan, jika hal ini terjadi maka
pemerintah harus mengembalikan pendapatan tersebut. Pengembalian yang sifatnya
sistemik (normal) dan berulang (recurring) terjadi atas penerimaan
pendapatan-LRA pada periode penerimaan (tahun anggaran berjalan) maupun pada
periode sebelumnya (tahun anggaran sebelumnya) dibukukan sebagai pengurang
pendapatan-LRA. Namun, untuk koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak
berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi
pada periode penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang
pendapatan-LRA pada periode yang sama. Sedangkan untuk Koreksi dan pengembalian
yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan
pendapatan-LRA yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
Saldo Anggaran Lebih pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian
tersebut.
3. Akuntansi
Belanja
Akuntansi
belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai
dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk keperluan pengendalian bagi
manajemen untuk mengukur efektivitas dan efisiensi belanja tersebut.
Pengeluaran untuk belanja dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung
dikeluarkan oleh Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD), atau melalui bendahara
pengeluaran. Jika pengeluaran dilakukan oleh BUN/BUD maka belanja diakui pada
saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah, sedangkan
jika pengeluaran melalui bendahara pengeluaran maka pengakuan belanja dilakukan
pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
mempunyai fungsi perbendaharaan.
Jika
terjadi kekeliruan dalam pengeluaran belanja maka koreksi atas
pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode
pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama.
Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja
dibukukan dalam pendapatan-LRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA.
4. Akuntansi
Surplus/Defisit-LRA
Selisih
antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam
pos Surplus/Defisit-LRA. Surplus-LRA terjadi jika jumlah pendapatan-LRA selama
suatu periode lebih besar daripada jumlah belanja pada periode tersebut,
begitupula sebaliknya, defisit-LRA terjadi jika jumlah pendapatan-LRA lebih
kecil dari jumlah belanja selama satu periode pelaporan tersebut.
5. Akuntansi
Pembiayaan
Pembiayaan
(financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan
maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam
penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau
memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal
dari pinjaman, dan hasil privatisasi BUMN/BUMD. Sementara, pengeluaran pembiayaan
antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian
pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah di
BUMN/BUMD.
Penerimaan
pembiayaan diakui pada saat uang diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah,
dan dicatat berdasarkan azas bruto. Sedangkan Pengeluaran pembiayaan diakui
pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
6. Akuntansi
Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)
SiLPA/SiKPA
adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama
satu periode pelaporan atau selisih lebih/kurang antara realisasi
pendapatan-LRA dan penerimaan pembiayaan dengan belanja dan pengeluaran
pembiayaan selama satu periode pelaporan. Nilai SilPA/SiKPA pada akhir periode
pelaporan inilah yang nantinya dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih.
Apabila
dalam LRA terdapat transaksi mata uang asing maka harus dicatat/dibukukan dalam
mata uang rupiah atau dikonversi terlebih ke rupiah.
B. LAPORAN
PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL) menyajikan pos-pos berikut, yaitu:
saldo anggaran lebih awal (saldo tahun sebelumnya), penggunaan saldo anggaran
lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA) tahun berjalan,
koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan Saldo anggaran
lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-pos tersebut disajikan secara
komparatif dengan periode sebelumnya.
LP-SAL
dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo anggaran dan
pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus menyajikan
rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL dalam Catatan
atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.
C. LAPORAN
OPERASIONAL
Laporan
Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional
keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan
surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya
disandingkan dengan periode sebelumnya.
Pengguna
laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan
beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas pemerintahan. Berkaitan
dengan kebutuhan pengguna tersebut, Laporan Operasional menyediakan informasi
sebagai berikut:
1.
Mengenai besarnya beban yang harus
ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan pelayanan;
2.
Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh
yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi,
efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
3.
Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO
yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam
periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
4.
Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit
operasional), dan peningkatan ekuitas (bila surplus operasional).
Laporan
Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan
Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai
keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam
hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan operasional suatu entitas pelaporan
dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi/program
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Laporan operasional yang
dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi, beban-beban dikelompokkan menurut
klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat
tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan
tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode
ini sederhana untuk diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak
memerlukan alokasi beban operasional pada berbagai fungsi. Namun jika laporan
operasional yang dianalisis menurut klasifikasi fungsi, beban-beban
dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya. Penyajian laporan ini
memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai dibandingkan dengan
laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban ke
setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan
tertentu.
Dalam
memilih penggunaan kedua metode klasifikasi beban tersebut tergantung pada
faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi.
Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin berbeda dengan
output entitas pelaporan bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung.
Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang berbeda mempunyai
kelebihan tersendiri, maka SAP memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah
satu metode yang dipandang dapat menyajikan unsur operasi secara layak
pada entitas tersebut.
Entitas
pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi juga harus
mengungkapkan tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi, antara lain
meliputi
beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan pegawai, dan beban
bunga pinjaman.
Sama
halnya dengan LRA, struktur Laporan Operasional Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki perbedaan. Perbedaan struktur
tersebut juga diakibatkan karena perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah
pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun, yang
membedakan antara LRA dengan LO diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Pengelompokan pada LRA terdiri dari
pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, sedangkan pengelompokan pada LO
terdiri dari pendapatan dan beban dari kegiatan operasional, surplus/defisit
dari kegiatan non operasional dan pos-pos luar biasa.
2.
LRA menyajikan pendapatan dan belanja yang
berbasis kas, sedangkan LO menyajikan pendapatan dan beban yang berbasis
akrual.
3.
Akibat dari perbedaan basis akuntansi yang
digunakan, Pada LRA, pembelian aset tetap dikategorikan sebagai belanja modal
atau pengurang pendapatan, sedangkan pada LO, pembelian aset tetap tidak diakui
sebagai pengurang pendapatan.
Struktur
LO yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi untuk
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah dapat disajikan
pada format berikut ini:
D. LAPORAN
PERUBAHAN EKUITAS
Laporan
Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos Ekuitas awal atau
ekuitas tahun sebelumnya, Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan dan
koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain
berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan
akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya:
1.
Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan
yang terjadi pada periode-periode sebelumnya;
2.
Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi
aset tetap.
Di
samping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan rincian lebih lanjut
dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas yang dijelaskan
pada Catatan atas Laporan Keuangan.
Struktur
Laporan Perubahan Ekuitas baik pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.
E. NERACA
Neraca
menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban,
dan ekuitas pada tanggal tertentu. Dalam neraca, setiap entitas
mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta
mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka
panjang.
Apabila
suatu entitas memiliki aset/barang yang akan digunakan dalam menjalankan
kegiatan pemerintahan, dengan adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar
dan nonlancar dalam neraca maka akan memberikan informasi mengenai
aset/barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya (aset
lancar) dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang (aset nonlancar).
Konsekuensi
dari penggunaan sistem berbasis akrual pada penyusunan neraca menyebabkan
setiap entitas pelaporan harus mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang
mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu
12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang
diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas)
bulan.
Informasi
tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk
menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Sedangkan
informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti
persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Neraca
setidaknya menyajikan pos-pos berikut: (1) kas dan setara kas; (2) investasi
jangka pendek; (3) piutang pajak dan bukan pajak; (4) persediaan; (5) investasi
jangka panjang; (6) aset tetap; (7) kewajiban jangka pendek; (8) kewajiban
jangka panjang; dan (9) ekuitas.
Pos-pos
tersebut disajikan secara komparatif (dipersandingkan) dengan periode
sebelumnya. Selain pos-pos tersebut, entitas dapat menyajikan pos-pos lain
dalam neraca, sepanjang penyajian tersebut untuk menyajikan secara wajar posisi
keuangan suatu entitas dan tidak bertentangan dengan SAP.
Pertimbangan
disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah dalam neraca didasarkan pada
faktor-faktor berikut ini:
1.
Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
2.
Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas
pelaporan;
3.
Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
Struktur
Neraca Pemerintah Pusat memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan
struktur Neraca Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/ Kota). Perbedaan
tersebut diakibatkan karena kepemilikan aset negara berbeda dengan kepemilikan
aset di daerah. Aset negara lebih kompleks dibandingkan dengan aset daerah.
Salah satu contohnya adalah kas. Kas di Pemerintah Pusat termasuk kas yang ada
di Bank Indonesia.
Seperti
yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa neraca menggambarkan Penyusunan dan
penyajian Aset dan kewajiban. Dalam neraca kadang-kadang memiliki dasar
pengukuran yang berbeda, tergantung dari sifat dan fungsinya masing-masing.
Sebagai contoh, sekelompok aset tetap tertentu dapat dicatat atas dasar biaya
perolehan, sedangkan kelompok lainnya dapat dicatat atas dasar nilai wajar yang
diestimasikan. Secara garis tentang jenis-jenis aset, kewajiban dan ekuitas
serta pengakuan dan pengukurannya pada neraca dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Aset
Aset
merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau
sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya
nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan
sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam
neraca aset terbagi atas 2, yaitu:
a. Aset
Lancar
Aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
-
Diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual
dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
-
berupa kas dan setara kas.
Aset
lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan
persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3
(tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah
diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda,
penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan
diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Sedangkan
persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak
habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
komponen bekas.
b. Aset
Nonlancar
Aset
nonlancar merupakan aset pemerintah yang penggunaannya diharapkan melebihi satu
periode pelaporan (1 tahun), terdiri dari aset yang bersifat jangka panjang dan
aset tak berwujud, serta aset yang digunakan secara langsung atau tidak
langsung untuk kegiatan pemerintah maupun yang digunakan oleh masyarakat umum.
Untuk mempermudah pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di
neraca, aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
Investasi
jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih
dari 12 (dua belas) bulan, yang berupa investasi nonpermanen dan investasi
permanen. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan, seperti: Investasi dalam
Surat Utang Negara (SUN) dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang
dapat dialihkan kepada fihak ketiga. Sedangkan investasi permanen adalah
investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan,
seperti: Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMN/BUMD, badan internasional dan
badan hukum lainnya bukan milik negara.
Aset
tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari: a) Tanah; b) Peralatan dan mesin; c)
Gedung dan bangunan; d) Jalan, irigasi, dan jaringan; e) Aset tetap lainnya;
dan f) Konstruksi dalam pengerjaan.
Dana
Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan
dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana
cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya.
Aset
nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset
lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo
lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan fihak ketiga
(kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya.
Pengakuan
aset dilakukan apabila ada potensi manfaat ekonomi di masa depan yang akan
diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal, atau dapat diakui juga pada saat diterima atau kepemilikannya
dan/atau kepenguasaannya berpindah ke tangan Pemerintah. Sedangkan untuk pengukuran
atau pencatatan suatu aset tergantung dari jenis asetnya, diantaranya adalah
dengan cara sebagai berikut:
1.
Kas dicatat sebesar nilai nominal;
2.
Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai
perolehan;
3.
Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
4.
Persediaan dicatat sebesar:
-
Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
-
Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
-
Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
1.
Investasi jangka panjang dicatat sebesar
biaya perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
kepemilikan yang sah atas investasi tersebut;
2.
Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan.
Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Biaya
perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola (membangun sendiri)
meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan,
seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset
tersebut. Sedangkan untuk aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan
dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs
tengah bank sentral pada tanggal neraca.
2. Kewajiban
Kewajiban
pemerintah merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
Kewajiban pemerintah terbagi 2 jenis, yaitu:
a. Kewajiban
Jangka Pendek
Suatu
kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan
dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban
jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar.
Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang
kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam
tahun pelaporan berikutnya.
Kewajiban
jangka pendek lainnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga,
utang perhitungan fihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
b. Kewajiban
Jangka Panjang
Kewajiban
jangka panjang merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar dalam waktu diatas
12 (dua belas) bulan. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan
kewajiban jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk
diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika:
-
Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan;
-
Kewajiban tersebut bermaksud didanai kembali (refinancing) sebagai
kewajiban jangka panjang oleh pemberi pinjaman dan didukung dengan adanya suatu
perjanjian atau penjadualan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan
sebelum laporan keuangan disetujui.
Pengakuan
Kewajiban dilakukan pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul, dengan nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban
dicatat sebesar nilai nominal dalam rupiah, sementara kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan
kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
3. Ekuitas
Ekuitas
adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan
kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari
saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.
Berkaitan
dengan jenis-jenis aset, kewajiban dan ekuitas diatas, suatu entitas dapat
menentukan subklasifikasi pos-pos yang disajikan dalam neraca.
Pengklasifikasian dilakukan dengan cara yang sesuai dengan operasi entitas yang
bersangkutan.
F. LAPORAN
ARUS KAS
Pemerintah
pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan basis
akuntansi akrual wajib menyusun laporan arus kas untuk setiap periode penyajian
laporan keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok. Entitas
pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah unit
organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum atau unit yang ditetapkan
sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum
negara/daerah.
Tujuan
pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan,
perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan
setara kas pada tanggal pelaporan. Kas adalah uang baik yang dipegang secara
tunai oleh bendahara maupun yang disimpan pada bank dalam bentuk tabungan/giro.
Sedangkan setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka
pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara kas,
investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam jumlah yang
dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. Oleh karena
itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud mempunyai masa
jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal perolehannya.
Informasi
arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di masa yang akan datang,
serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat
sebelumnya. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggungjawaban arus kas
masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan
laporan keuangan lainnya, laporan arus kas memberikan informasi yang bermanfaat
bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas
suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas
dan solvabilitas)
Laporan
arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan informasi
penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan
berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan untuk
menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan setara kas
pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan
antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Satu
transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa aktivitas,
misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok utang dan
bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas
pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan diklasifikasikan
ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan
diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi.
Untuk
mengetahui perbedaan antara aktivitias operasi, investasi, pendanaan, dan
transitoris, berikut dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. AKTIVITAS
OPERASI
Aktivitas
operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk
kegiatan operasional pemerintah selama satu periode akuntansi. Arus kas bersih
aktivitas operasi merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan operasi
pemerintah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai aktivitas
operasionalnya di masa yang akan datang tanpa mengandalkan sumber pendanaan
dari luar.
Arus
masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: Penerimaan
Perpajakan; Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); Penerimaan Hibah; Penerimaan
Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; Penerimaan
Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan Penerimaan Transfer.
Sedangkan arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk:
Pembayaran Pegawai; Pembayaran Barang; Pembayaran Bunga; Pembayaran Subsidi;
Pembayaran Hibah; Pembayaran Bantuan Sosial; Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar
Biasa; dan Pembayaran Transfer.
Jika
suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang sifatnya sama dengan
persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan dan penjualan surat
berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Jika entitas
pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan suatu entitas lain, yang
peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal kerja, penyertaan modal, atau
untuk membiayai aktivitas periode berjalan, maka pemberian dana tersebut harus
diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam
catatan atas laporan keuangan.
B. AKTIVITAS
INVESTASI
Aktivitas
investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk
perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk
dalam setara kas. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi
yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah kepada
masyarakat di masa yang akan datang.
Arus
masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari: Penjualan Aset Tetap;
Penjualan Aset Lainnya; Pencairan Dana Cadangan; Penerimaan dari Divestasi;
Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. Sedangkan arus keluar kas dari
aktivitas investasi terdiri dari: Perolehan Aset Tetap; Perolehan Aset Lainnya;
Pembentukan Dana Cadangan; Penyertaan Modal Pemerintah; Pembelian Investasi
dalam bentuk Sekuritas.
C. AKTIVITAS
PENDANAAN
Aktivitas
Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang yang berhubungan
dengan pemberian piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang
yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang
dan utang jangka panjang. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan
penerimaan dan pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian
pinjaman jangka panjang.
Arus
masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain: Penerimaan utang luar negeri;
Penerimaan dari utang obligasi; Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah
daerah; Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. Sedangkan Arus
keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain: Pembayaran pokok utang luar
negeri; Pembayaran pokok utang obligasi; Pengeluaran kas untuk dipinjamkan
kepada pemerintah daerah; Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan
negara.
D. AKTIVITAS
TRANSITORIS
Aktivitas
transitoris adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak termasuk
dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Arus kas dari aktivitas
transitoris mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak
mempengaruhi pendapatan, beban, dan pendanaan pemerintah. Arus kas dari
aktivitas transitoris antara lain transaksi Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan
kembali uang persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang.
PFK menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari
Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan
Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum
negara/daerah.
Arus
masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK dan penerimaan
transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali uang persediaan dari
bendahara pengeluaran. Sedangkan arus keluar kas dari aktivitas transitoris
meliputi pengeluaran PFK dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang
keluar dan pemberian uang persediaan kepada bendahara pengeluaran.
Entitas
pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas operasi dengan cara metode
langsung atau metode tidak langsung. Metode langsung mengungkapkan
pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto. Sedangkan dalam
metode tidak langsung, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi
operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual)
penerimaan kas atau pembayaran yang lalu maupun yang akan datang, serta unsur
penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas
investasi dan pendanaan.
Entitas
pelaporan pemerintah pusat/daerah disarankan untuk menggunakan metode langsung
dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi, karena keuntungan penggunaan
metode langsung tersebut diantaranya dapat menyediakan informasi yang lebih baik
untuk mengestimasikan arus kas di masa yang akan datang, lebih mudah dipahami
oleh pengguna laporan, serta data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran
kas bruto dapat langsung diperoleh dari catatan akuntansi. Struktur dari
laporan arus kas terpengaruh oleh pos-pos yang ada dalam laporan keuangan
sebelumnya, khususnya Laporan Operasional dan Neraca.
G. CATATAN
ATAS LAPORAN KEUANGAN
Agar
informasi dalam laporan keuangan pemerintah dapat dipahami dan digunakan oleh
pengguna dalam melakukan evaluasi dan menilai pertanggungjawaban keuangan
negara diperlukan Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). CaLK memberikan
informasi kualitatif dan mengungkapkan kebijakan serta menjelaskan kinerja
pemerintah dalam tahapan pengelolaan keuangan negara. Selain itu, dalam CaLK
memberikan penjelasan atas segala informasi yang ada dalam laporan keuangan
lainnya dengan bahasa yang lebih mudah dicerna oleh lebih banyak pengguna
laporan keuangan pemerintah, sehingga masyarakat dapat lebih berpartisipasi
dalam menyikapi kondisi keunagan neagra yang dilaporkan secara lebih pragmatis.
Secara
umum, struktur CaLK mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan
Entitas Akuntansi;
2.
Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan
dan ekonomi makro;
3.
Ikhtisar pencapaian target keuangan selama
tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian
target;
4.
Informasi tentang dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
5.
Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang
disajikan pada laporan keuangan lainnya, seperti pos-pos pada Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas
dan Neraca.
6.
Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam laporan keuangan
lainnya;
7.
Informasi lainnya yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
CaLK
harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran,
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan
informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Catatan
atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci dan analisis atas
nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas,
dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian
informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan
serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang
wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan
komitmen-komitmen lainnya.
Secara
umum, susunan CaLK sebagaimana dalam Standar Akuntansi Pemerintahan disajikan
sebagai berikut:
1.
Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan
Entitas Akuntansi;
2.
Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
1.
Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut
hambatan dan kendalanya;
2.
Kebijakan akuntansi yang penting:
3.
Entitas pelaporan;
4.
Basis akuntansi yang mendasari penyusunan
laporan keuangan;
5.
Basis pengukuran yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan;
6.
Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang
diterapkan dengan ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
oleh suatu entitas pelaporan;
7.
Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang
diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
0.
Rincian dan penjelasan masing-masing pos
Laporan Keuangan;
1.
Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar
muka Laporan Keuangan.
Informasi tambahan lainnya yang diperlukan
CaLK
pada dasarnya dimaksudkan agar laporan keuangan pemerintah dapat dipahami
secara keseluruhan oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca
tertentu ataupun pemerintah saja. Oleh karena itu, untuk menghindari
kesalahpahaman bagi pengguna maupun pembaca laporan keuangan pemerintah, dalam
keadaan tertentu masih dimungkinkan setiap entitas pelaporan (pemerintah)
menambah atau mengubah susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam CaLK,
selama perubahan tersebut tidak mengurangi atapun menghilangkan substansi
informasi yang harus disajikan.
Pemahaman
yang memadai terhadap komponen-komponen laporan keuangan pemerintah sangat
diperlukan dalam menilai laporan pertanggungjawaban keuangan negara. Dengan
memahami tujuan, manfaat dan isi/pos-pos dari setiap komponen laporan keuangan,
rakyat sebagai pengguna laporan keuangan akan lebih mudah menilai kinerja
Pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Rakyat dapat mengetahui jumlah dan
sumber dana yang dipungut/dikumpulkan oleh pemerintah dalam setiap periodenya,
bagaimana pengelolaannya, termasuk dapat menelusuri lebih jauh penggunaan dana
masyarakat tersebut serta mengevaluasi sejauhmana capaian dari setiap
program/kegiatan pemerintah.
Informasi
yang ada dalam laporan keuangan juga akan berguna untuk mengetahui jumlah serta
jenis-jenis aset maupun utang yang dimiliki oleh pemerintah dalam rangka
mendukung kelancaran penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, sehingga kinerja
pemerintah dapat teridentifikasi secara jelas dan rakyatpun dapat memberikan
tanggapan atau penilaian terhadap kinerja pemerintah tersebut.
Dalam
kenyataannya, meskipun laporan keuangan sudah bersifat general
purposive atau dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi semua pihak,
tetapi tidak semua pembaca/pengguna dapat memahami laporan keuangan pemerintah
dengan baik, akibat perbedaan latar belakang pendidikan dan pengetahuan. Untuk
itu, agar pengguna dapat menginterpretasikan seluruh informasi-informasi yang
terkandung di dalam laporan keuangan secara tepat maka diperlukan hasil
analisis terhadap laporan keuangan Pemerintah.
Salam
ABDUL GOFUR & NONI ROSTANTY
Komentar
Posting Komentar