artikel pabrik tempe jadi versi abdul gofur

PABRIK TEMPE

Proses Produksi
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.
Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 – 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar diperoleh hasil yang baik ialah:
1) Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor;
2) Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit;
3) Cara pengerjaannya harus bersih;
4) Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal).
2.1.1. Bahan
1.      Kedelai
2.      Ragi tempe
3.      Air secukupnya
2.1.2. Alat
1.      Tampah besar
2.      Ember/tong
3.      Keranjang
4.      Rak bambu
5.      Cetakan
6.      Pengaduk kayu
7.      Dandang
8.      Karung goni
9.      Tungku atau kompor
10.  Daun pisang atau plastik

Proses Pembuatan Tempe
1.      Proses Pembersihan
Pertama-tama pilihlah kedelai yang tidak busuk dan tidak kotor. Kemudian  kedelai dibersihkan menggunakan air bersih. Dalam hal ini air yang digunakan adalah air PAM. Kemudian kedelai yang sudah dibersihkan direndam didalam ember/tong selama satu malam supaya kulitnya mudah lepas;

2.      Proses pengupasan
Kedelai yang sudah direndam selama satu malam dikupas kulit arinya dengan cara diinjak-injak atau menggunakan mesin pengupas kedelai;

3.      Proses Pengukusan
Setelah dikupas dan dicuci bersih, kedelai dikukus dalam dandang selama 1 jam. Kemudian angkat dan dinginkan dalam tampah besar;

4.      Proses peragian
Proses ini dilakukan setelah kedelai dingin. Ragi tempe dimasukkan kedalam rendaman kedelai kemudian diaduk hingga merata.

Masukkan campuran tersebut dalam cetakan yang dialasi plastik atau dibungkus dengan daun pisang. Daun atau plastik dilubangi agar jamur tempe mendapat udara dan dapat tumbuh dengan baik:

5.      Proses penyimpanan
Tumpuk cetakan dan tutup dengan karung goni supaya menjadi hangat. Setelah 1 malam jamur mulai tumbuh dan keluar panas.
Setelah 1 malam ambil cetakan-cetakan tersebut dan letakkan diatas rak, berjajar satu lapis dan biarkan selama 1 malam. Kemudian keluarkan tempe dari cetakannya.
Catatan:
1.      Ruangan untuk membuat tempe harus bersih dan tidak harus terbuat dari tembok. Ruangan untuk pemeraman diberi jendela, agar udara dapat diatur dengan membuka atau menutup jendela tersebut. Di waktu musim hujan ruangan ini perlu diberi lampu agar suhu ruangan tidak terlalu dingin.
2.      Tempe mudah busuk setelah disimpan 2 ½ hari dalam keadaan terbungkus, oleh karena itu perlu diawetkan secara kering dengan cara sebagai berikut :
3.      Iris tempe dengan ketebalan  ½ mm, keringkan dalam oven pada suhu 75oC selama 55 menit. Dengan cara pengawetan seperti ini produk tempe awetan yang dihasilkan tahan disimpan selama 3 sampai 5 minggu.
4.      Kandungan protein dan lemak tempe kedelai, masing-masing sebesar 22,5% dan 18%. Kebutuhan protein sebesar 55g/hari dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi tempe sebanyak 244,44 gram.
Setelah semua proses tersebut diatas selesai, maka tempe siap untuk didistribusikan.
2.2. Analisis
Berdasarkan study produksi yang telah kami lakukan, maka kami dapat menganalisis hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Hasil analisis kami adalah  sebagai berikut :
1.      Menurut kami lingkungan pabrik kurang bersih karena berada dekat dengan kali yang kotor. Begitu juga dengan tempat pembuatannya. Hal ini memungkinkan kuman-kuman masuk kedalam tempe sehingga tempe menjadi kurang higienis.
2.      Para pekerjanya kurang memperhatikan kebersihan dalam pengolahan tempe. Seperti, tidak mengenakan pakaian dan tidak mengenakan sarung tangan pada saat proses pembuatan.
3.      Air yang di gunakan untuk mencuci kedelai sedikit keruh. Jika kotoran-kotoran yang terdapat di air tersebut menempel didalam kedelai, maka hasilnya tempe akan menjadi kurang baik.

Di usia muda Muhammad Rusyad Isnadi (34) sudah mencatat kesuksesan sebagai pengusaha. Berkat tempe mentega produksinya, ia bisa mendapat keuntungan minimal Rp 400.000 per hari. Tak aneh ia tidak tertarik lagi menjadi pegawai negeri.
Isnadi, warga Dusun Wiyoro, Baturetno, Banguntapan, Bantul, memulai usahanya setelah gempa dahsyat melanda wilayah Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY) pada tahun 2006. Sebelumnya, ia malang melintang menjadi tenaga pemasaran bahan pokok ke pasar-pasar.
Bosan menjadi tenaga pemasaran yang terus bergerak ke seluruh pasar, ia ikut bekerja di tempat adiknya.
”Saya ikut membuat tempe di tempat adik karena bingung mau kerja apa,” katanya saat ditemui di tempat usahanya beberapa waktu lalu.
Setelah cukup menguasai teknik pembuat tempe kedelai, Isnadi memutuskan membangun usaha sendiri.
”Kalau lama-lama ikut di tempat adik saya, takut menjadi beban. Jadi, mending buka usaha sendiri. Keputusan itu saya ambil setelah saya yakin bisa membuat tempe sendiri,” ujarnya.
Seperti yang lazim terjadi, awal usaha adalah masa-masa tersulit. Ia harus memasarkan tempe sendiri ke pasar-pasar.
Dari setiap tiga orang yang ditawari paling hanya satu yang mau menerima titipan tempe. Meski banyak ditolak, ia tidak menyerah.
”Pengalaman bekerja sebagai tenaga pemasaran membuat saya tidak kecil hati meski ditolak banyak penjual. Yang penting jangan malu menawarkan. Ternyata prinsip saya itu membuahkan hasil,” katanya.
Selama dua tahun membuat tempe, usaha Isnadi tidak mengalami perkembangan berarti. Kondisi tersebut membuatnya penasaran.
Ia bermimpi memiliki usaha tempe yang sukses. Suatu ketika ia menceritakan kondisinya itu kepada seorang teman.
”Teman saya menyarankan agar saya mencoba mencampur tempe dengan mentega. Idenya memang konyol, tetapi akhirnya saya coba,” katanya.
Lebih gurih dan lezat
Mentega ditambahkan saat proses peragian tempe. Berkat tambahan mentega, tempe kedelai Isnadi menjadi lebih gurih dan lezat.
Respons pasar pun sangat positif. Permintaan terutama datang dari warung-warung makan di sekitar kos-kosan mahasiswa dan penjual gorengan.
Kini, setiap hari Isnadi memproduksi 6 kuintal kedelai. Dari jumlah tersebut diperoleh sekitar 2.200 potong tempe seharga Rp 3.000 per potong.
Dibandingkan dengan tempe lain, harga produksi tempe Isnadi lebih mahal. ”Kalau tempe lain paling dijual sekitar Rp 2.000 per potong. Meski lebih mahal, ternyata permintaannya justru naik terus,” katanya.
Omzet Isnadi per hari Rp 4 juta-Rp 5 juta. Dia harus mengerahkan 31 karyawannya yang sebagian besar adalah tetangga sekitar rumahnya. Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi membuat Isnadi disenangi para tetangganya.
Untuk urusan penjualan, Isnadi memiliki 19 tenaga pemasaran. Mereka diberi kelonggaran mengambil keuntungan sampai 10 persen dari harga jual. Mereka juga menerima uang bensin Rp 2.500 per hari dan uang penggantian oli setiap bulan.
”Tingginya permintaan membuat kami kewalahan memasok ke pasar-pasar tradisional. Para tenaga pemasaran sudah memiliki pelanggan tetap, yang sebagian besar berupa rumah makan,” katanya.
Proses rumit
Menurut Isnadi, proses pembuatan tempe tergolong rumit. Pertama, kedelai harus direndam dulu baru kemudian direbus. Hasil rebusan selanjutnya digiling dengan mesin khusus agar teksturnya menjadi lembut. Setelah itu, kedelai kembali direndam selama semalam baru dicuci dan direbus lagi.
”Proses terakhir adalah pengeringan serta pemberian ragi dan mentega. Peragian menjadi proses paling sulit. Jika takaran raginya tidak pas, tempe bisa membusuk,” kata pria lulusan SMA tersebut.
Dia mengatakan, saat musim kemarau dengan terik matahari yang lumayan, pemberian ragi biasanya dikurangi karena suhu udara cukup panas. Sebaliknya saat musim hujan, ragi diperbanyak.
”Kalau sudah busuk, tempenya harus dibuang karena tidak bisa dijual lagi,”ujarnya.
Untuk membuat tempe, Isnadi menggunakan kedelai impor karena harganya lebih murah, yakni Rp 4.800 per kilogram. Kualitasnya juga lebih bagus.
”Kedelai lokal harganya berkisar Rp 5.500 per kg dan kualitasnya tidak bagus. Kedelai lokal lebih bagus kalau dibuat tahu,” katanya.
Kapasitas produksi tempe Isnadi naik-turun seiring dengan ketersediaan tenaga kerjanya. Biasanya, produksi akan turun hingga 50 persen pada saat hari raya, seperti Lebaran, karena sebagian besar perajin tempe pulang kampung. Sebagian besar dari mereka dari Pekalongan, Jawa Tengah.
”Stok tempe di pasar akan berkurang drastis karena perajin libur untuk pulang kampung. Sebenarnya saya bisa saja menambah produksi sampai 100 persen, tetapi kapasitas mesin dan tenaga yang ada tidak mencukupi,” katanya.
Berkat tempe mentega, Isnadi sudah mampu membeli mobil, membangun rumah dan lokasi usaha. Ia berharap usahanya bisa diteruskan anaknya kelak.
”Saya mulai terapkan pemahaman supaya anak tidak terpaku menjadi pegawai. Menjadi wiraswasta asal ulet dan rajin, hasilnya jauh lebih menguntungkan,” katanya.
Sikap dan pandangan Isnadi yang pantas diikuti banyak anak muda lainnya di negeri ini. Menjadi wirausaha pun bisa lebih menguntungkan dan dapat memberikan lapangan kerja bagi banyak orang.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal pramuka tali temali

Tugas Meresum Perjalanan Obat Dalam Tubuh Manusia versi Abdul Gofur

SOAL AKIDAH AKHLAK VERSI ABDUL GOFUR