REVISI LATAR BELAKANG INVASI ISRAEL KE JALUR GAZA TAHUN 2014 VERSI ABDUL GOFUR
A. Alasan Pemilihan Judul
Penulis mengangkat topik ini
dikarenakan ketertarikan penulis melihat dinamika yang terjadi di kawasan Timur
Tengah. Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang sangat dinamis di dunia.
Kedinamisan Timur-Tengah dapat terlihat dari perilaku politik masing-masing
negara yang ada di kawasan tersebut, termasuk kepentingan negara-negara besar
seperti Amerika dan negara-negara Eropa. Oleh sebab itu, kawasan Timur Tengah
merupakan tempat pencapaian kepentingan nasional dari banyak negara di dunia,
sehingga berpotensi untuk terjadinya gesekan-gesekan maupun konflik antar
negara.
Alasan
penulis mengambil judul dengan topik latar belakang invasi Israel ke Jalur Gaza
pada tahun 2014 dikarenakan ada yang menarik di balik invasi ini karena seperti
yang diketahui bahwa kembali bersatunya HAMAS dan FATAH menjadikan pihak Israel
menjadi khawatir karena kekuatan politik Palestina terutama dalam dunia
internasional menjadi meningkat. Rencana Hamas dan
Fatah untuk mengakhiri kekerasan di antara mereka menyangkut isu pendirian
negara Palestina dan eksistensi Israel, mendapat rintangan Israel sendiri.
Israel tidak menyukai adanya perdamaian tersebut dan malah mengirim pesawat
tempur mereka untuk menyerang jalur Gaza yang tengah merayakan rencana kedua
faksi untuk membentuk pemerintah persatuan nasional. Kekhawatiran Israel dengan
bersatunya Hamas-Fatah sangat beralasan. Israel takut pemerintah persatuan yang
dibuat nanti justru berbalik memusuhi mereka. Israel tak ingin Fatah yang
berjuang demi kemerdekaan Palestina, nantinya berbalik arah dan mengambil
sikap seperti Hamas yang sama-sama berjuang tetapi menolak eksistensi Negara
Yahudi tersebut. Karena itulah langkah Israel yang menekan Fatah untuk memilih
berdamai dengan mereka dari pada berdamai dengan Hamas mutlak dilakukan. Kejadian dibalik bersatunya
HAMAS dan FATAH menjadikan ketertarikan penulis dalam membahas serangan invasi
Israel di Jalur Gaza.
B. Latar Belakang Masalah
Konflik Israel-Palestina yang
terjadi di kawasan Timur Tengah tidak terlepas dari faktor berdirinya negara
Israel diatas tanah bangsa Palestina. Dalam konflik Israel-Palestina, aspek
politik bukanlah satu-satunya dimensi yang dapat digunakan untuk menyoroti
konflik kedua negara tersebut. Demikian halnya dengan aspek sejarah yang banyak
dianggap sebagai awal konflik kedua negara tersebut sehingga masalah yang
timbul mengakibatkan sengketa yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan.
Invasi Israel ke Gaza pada 8 Juli
2014 mengakibatkan 230 orang warga Gaza meninggal dimana sebagian besar korban
adalah kaum perempuan, anak-anak, para manula dan kaum difabel, sekitar 1770
orang mengalami luka-luka, serta puluhan ribu lainnya berada di lokasi
pengungsian. Invasi Israel kali ini adalah yang ketiga kalinya setelah invasi
sebelumnya terjadi pada tanggal 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009 (perang
22 hari) dan berikutnya terjadi pada Oktober 2012. Invasi yang dilakukan oleh
Israel bertujuan untuk menyerang pemimpin Hamas yang berada di wilayah utara
Jalur Gaza. Serangan tersebut menyebabkan tewasnya seorang gerilyawan Palestina
termasuk anggota keluarga gerilyawan yang ikut tewas dalam invasi tersebut.
Serangan Israel atas wilayah Gaza yang terjadi pada tahun 2014 dinamakan
sebagai Operasi Protective Edge. Operasi Protective Edge adalah suatau operasi
militer yang dilakukan untuk menghentikan serangan roket Hamas yang diluncurkan
dari Gaza. Operasi Protective Edge ini melibatkan pesawat tempur, kapal perang,
arteleri darat serta puluhan ribu personel tentara.
Invasi Israel ke Jalur Gaza ini
menampilkan dua kekuatan yang tidak seimbang. Israel memiliki kekuatan tentara
aktif sebesar 176500 orang, sedangkan Palestina hanya memiliki pasukan sekitar
56000 orang. Dari segi kapabilitas persenjataan Israel memiliki sekitar 300
hulu ledak nuklir, sistem pertahanan udara irone dome,rudal arrow, pesawat
tempur, helicopter, kapal perang dan kapal selam. Sedangkan Palestina hanya
bersenjatakan roket, bom, ranjau, mortar dan berbagai senjata ringan. Dari segi
teknologi, Israel memiliki satelit militer Ofeq dan Tec-STAR (Polaris),
sedangkan para pejuang Hamas hanya mengandalkan data Google Earth.
C. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemamaparan diatas, maka topik permasalahan yang akan dianalisa penulis dalam
penelitian ini adalah apa latar belakang invasi Israel ke Jalur Gaza pada tahun
2014?
D. Kerangka
Teori
Invasi
merupakan aksi militer yang dilakukan oleh angkatan bersenjata suatu Negara
dengan cara memasuki daerah negara lain dengan tujuan menguasai daerah tersebut
atau mengubah pemerintahan yang berkuasa.[1]
Invasi menjadi salah satu penyebab perang, namun dapat digunakan sebagai strategi untuk menyelesaikan perang, atau menjadi inti
dari perang itu sendiri. Istilah ini biasanya dipakai untuk suatu aksi
strategis militer yang besar, karena tujuan akhir invasi biasanya pada skala
yang besar dan dengan jangka panjang dimana
suatu pasukan yang sangat besar dibutuhkan untuk mempertahankan daerah
yang diinvasi. Invasi pada dasarnya dilakukan
untuk memperluas wilayah dan kepentingan politik suatu negara dengan
tujuan untuk mencapai kepentingan nasional Negara tersebut. Invasi terbagi ke
dalam tiga bagian yaitu : Invasi darat adalah metode langsung untuk memasukkan
angkatan bersenjata ke suatu wilayah melalui hubungan darat, dengan mengalahkan
pertahanan musuh.[2] Kemudian
invasi lewat laut yaitu invasi yang dilakukan dengan menggunakan perairan untuk
memasuki daerah musuh, dan yang ketiga Invasi
udara yaitu invasi yang dilakukan melalui udara baik itu melalui pengiriman
pasukan dengan menggunakan pesawat udara atau pun serangan yang digunakan
melalui udara dengan menggunakan pesawat tempur.
Prabhakaran Paleri dalam buku Imperatives and Challenges National Security
mendefinisikan keamanan militer sebagai kemampuan
negara menjaga keamanan nasional dengan cara mencegah dan menekan invasi asing
dengan penggunaan kekuatan militer oleh pertempuran atau pencegahan preventif.[3]
Sebuah pemahaman tentang keamanan militer ini akan mempengaruhi bangsa dari
ancaman terhadap konflik lintas batas atau apa yang dilakukan pemerintah untuk
memahami dan mempersiapkan diri untuk meminimalkan kerusakan. Keamanan militer
yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza berhubungan erat dengan kebijakan luar
negeri yang dilakukan oleh pemerintah Israel. Menurut Robert Jackson dan Georg
Sorensen dalam buku Pengantar Studi
Hubungan Internasional, kebijakan luar negeri adalah studi manajemen
hubungan eksternal dan aktivitas-aktivitas negara-bangsa, seperti yang
dibedakan dari kebijakan dalam negerinya.[4]
Kebijakan luar negeri melibatkan cita-cita, strategi, tindakan, metode,
panduan, arahan, pemahaman, kesepakatan, dan sebagainya, yang dengannya
pemerintah nasional saling melakukan hubungan internasional dan dengan
organisasi internasional serta actor-aktor pemerintah. Kebijakan luar negeri
terdiri dari tujuan-tujuan dan tindakan-tindakan yang dmaksudkan untuk
mengambil keputusan dan tindakan pemerintah menyangkut urusan-urusan eksternal,
terutama hubungan dengan negara asing. Pada level sistemik menerangkan bahwa
kebijakan luar negeri menunjuk pada kondisi dalam system internasional yang
memaksa atau menekan negara untuk bertindak dengan cara tertentu, yaitu untuk
mengikuti kebijakan luar negeri tertentu.[5] Berdasarkan kerangka teori
yang sudah ditulis di atas mengenai keamanan militer dan kebijakan luar negeri
maka penulis akan menjelaskan keterkaitan teori tersebut dengan invasi yang
dilakukan Israel ke Jalur Gaza.
Eksistensi
Israel memiliki peran penting dalam dinamika kehidupan sosial dan politik di
kawasan Timur Tengah. Kebijakan yang dilakukan pemerintah Israel untuk
menempatkan penjaga keamanan di wilayah perbatasan adalah bentuk dari kekuatan
militer dan keamanan militer Israel di Jalur Gaza. Pasukan Israel secara
terus-menerus melakukan serangan ke wilayah Jalur Gaza untuk menghancurkan
Hamas, apalagi setelah didapat kesepakatan untuk rekonsiliasi antara Hamas dan
Fatah pada tanggal 23 April 2014.[6]
Rekonsiliasi ini terjadi setelah dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir,
pemerintahan Palestina dibagi menjadi dua wilayah dimana wilayah Jalur Gaza
dikuasai oleh Hamas dan wilayah Tepi Barat dikuasai oleh Fatah. Invasi Israel ke Jalur Gaza, yang
didasarkan pada alasan pembunuhan tiga remaja Israel di kota Hebron dan diduga
dilakukan oleh pejuang Hamas, sesungguhnya hanya merupakan alasan pembenar dari
serangan tersebut. Alasan sebenarnya mengarah pada rasa tidak senangnya
Pemerintah Israel dibawah pemerintahan Benyamin Netanyahu terhadap rekonsiliasi
antara faksi Hamas dan faksi Fatah yang telah berseteru sejak tahun 2007.[7]
Upaya rekonsiliasi ini telah menghancurkan tujuan Israel untuk terus mendikte
pemerintah Otoritas Palestina di bawah pemerintahan Mahmoud Abbas agar memenuhi
kemauan Israel. Pemerintah Palestina di bawah payung PLO dengan didominasi
faksi Fatah selama ini sangat tunduk pada kemauan Israel melalui
perundingan-perundingan damai Palestiana-Israel yang justru sangat
kontraproduktif karena merugikan pihak bangsa Palestana.
Sementara
rekonsiliasi Hamas-Fatah dianggap akan membahayakan posisi keamanan Israel,
karena faksi Hamas dikenal sebagai kelompok pejuang bersenjata yang gigih dan
sangat tidak mempercayai segala perundingan damai dengan Israel, dan asumsi
Hamas tersebut memang terbukti. Perdamaian internal Palestina ini merupakan
prasyarat bagi terbentuknya Negara palestina yang bersatu dan berdaulat, serta
menjadi dasar bagi diakhirnya konflik dengan Israel. Rekonsiliasi internal
Palestina ini bukan hanya didukung oleh negara-negara Arab melalui organisasi
Liga Arab, tetapi juga didukung oleh Organisasi Uni Eropa dalam rangka mencapai
solusi dua negara, Palestina dan Israel.
Israel semakin merasa khawatir dengan bersatunya Hamas dan Fatah akan
menyulitkan mereka untuk menguasai Jalur Gaza.
Pada dasarnya kekuatan militer yang dimiliki oleh Israel tidak seimbang
dengan kekuatan militer yang dimiliki Hamas. Namun Israel sangat berambisi
untuk menghabisi gerakan Hamas dan memperlemah gerakan ini sehingga Hamas tidak
akan bisa lagi untuk mengembalikan kekuatannya.
Israel
memliki kekuatan tentara aktif sebesar 176500 orang, sementara Palestina hanya
memliki pasukan militer sekitar 56000 orang. Dari segi kapabilitas persenjatan,
Israel memiliki sekitar 300 hulu ledak nuklir, sistem pertahanan udara iron
dome, rudal arrow, rudal patriot, pesawat tempur, helikopter, kapal perang, dan
kapal selam. Sedangkan pejuang Palestina hanya bersenjatakan roket, bom,
ranjau, mortar, dan berbagai senjata ringan. Dari segi teknologi, Israel memiliki
satelit militer Ofeq dan Tec-STAR (Polaris), sedangkan para pejuang Hamas hanya
mengandalkan data Google Earth.[8]
Di sisi lain Hamas yang memiliki kekuatan militer yang minim, mendapat bantuan
senjata dari Republik Islam Iran. Kemampuan membuat roket diperoleh Hamas dari
pihak ketiga yang berniat turut campur dari jauh, yaitu Republik Islam Iran.[9]
Iran yang beberapa tahun terakhir memiliki hubungan kurang baik dengan Israel
secara terbuka menyatakan telah membantu Hamas dalam menyediakan senjata untuk menyerang
Israel. Iran adalah satu-satunya negara di mana ada kesepakatan antara
pemerintah dan rakyat atas masalah Palestina. Seiring dengan adanya dukungan
yang merakyat kepada para pejuang Palestina, pemerintahan Iran juga menyediakan
bantuan penting kepada para pejuang Palestina, termasuk persenjataan militer.[10]
Tindakan Iran untuk mempersenjatai
kelompok-kelompok Palestina dilakukan secara terang-terangan dan bahkan
didengungkan oleh pemimpin negara, Khamenei. Komandan Pasukan Udara
Garda Revolusi Iran Jenderal Amir Ali Hajizadeh membenarkan bahwa Iran
menyuplai senjata ke pejuang Islam dan Hamas yang ada di Gaza sejak perang
meletus 8 Juli lalu.[11]
Salah satu diantaranya adalah teknologi roket peluncur yang kerap dipakai Hamas
untuk menyerang Israel. Selama ini Iran memang dikenal sebagai pendukung utama
Hamas. Iran juga tidak pernah mengakui Israel menjadi sebuah negara. Bukan tanpa alasan Iran secara gamblang
menegaskan dukungannya pada Hamas. Pemicunya adalah Israel sendiri. Sebab,
Israel berusaha memata-matai wilayah pengayaan uranium Iran di Natanz. Pesawat
mata-mata ini sendiri telah ditembak jatuh dan Israel membenarkan hal tersebut
tanpa mau mengonfirmasi lebih jelas. Israel selama ini kerap mengancap akan
menghancurkan tambang uranium Iran. Ada kemungkinan mereka ingin menyerang
instalasi nulkir Iran di Nathanz. Di Nathanz, ada 16 ribu mesin pemisah
uranium. Sekitar 3 ribu diantaranya berada ditambang Fordo yang terletak di
dalam area pegunungan. Letaknya yang tersembunyi membuat tambang ini sulituntuk
dihancurkan musuh.
Hamas yang semakin kuat pengaruhnya
di wilayah Palestina dikhawatirkan Israel akan memberi ancaman yang serius bagi
Israel. Hamas mulai membuat kembali terowongan bawah tanah sebagai saluran
untuk menyelundupkan senjata dan kemungkinan melakukan serangan terhadap
Israel. Sebelumnya Israel menghancurkan lebih dari 30 terowongan semacam itu
selama agresi darat dua pekan ke dalam Jalur Gaza pada pertengahan Juli lalu.[12] Israel sering kali berdalih bahwa invasi ke Jalur Gaza terpaksa dilakukan
sebagai bentuk pembelaan diri dari ancaman serangan roket kelompok militan
Palestina di Jalur Gaza, akan tetapi invasi yang dilakukan oleh Israel
seringkali diarahkan ke daerah pemukiman warga yang akan selalu dikecam oleh
dunia internasional.
E. Hipotesa
Berkaitan dengan latar belakang dan
kerangka teori diatas maka dapat ditarik sebuah hipotesa bahwa latar belakang
invasi Israel ke Jalur Gaza pada tahun 2014 yaitu :
1.
Munculnya kekhawatiran dari Israel terhadap
bersatunya kembali Hamas dan Fatah yang
akan mengancam kedaulatan Israel.
2.
Adanya peningkatan kekuatan Iran dalam membantu
persenjataan Hamas untuk menyerang Israel.
F. Metode penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, untuk
memudahkan penulis dalam mengumpulkan data-data atau informasi yang diperlukan
adalah dengan menggunakan :
1.
Metode Deskriptif Analitif, yaitu metode penelitian
yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci suatu fenomena tertentu
atas data yang bersifat kualitatif dan analisis dengan teori yang digunakan.
2. Metode
Pengumpulan Data, yaitu metode yang dilakukan melalui metode kepustakaan
(Library Research) dengan menggunakan data-data sekunder yang relevan yang
diperoleh dari literatur, buku-buku, artikel, majalah-majalah, koran, jurnal
dan penerbitan berkala yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang
dikemukakan. Untuk memperoleh informasi terbaru penulis juga menggunakan data
yang berasal dari internet.
G. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah
untuk mengetehui apa saja yang menjadi latar belakang invasi Israel ke jalur
Gaza pada tahun 2014. Selain itu penulis juga ingin mengkaji lebih jauh upaya
pihak Israel dalam melakukan invasi ke jalur Gaza, serta upaya apa yang akan
dilakukan Palestina dalam mengantisipasi serangan yang dilakukan Israel di
jalur Gaza.
H. Batasan Penelitian
Penulisan skripsi ini memiliki
batasan penelitian pada latar belakang invasi yang dilakukan Israel ke jalur
Gaza sampai tahun 2014. Namun penulis juga akan menambahkan data yang bersumber
dari negara ataupun organisasi internasional lainnya yang dapat memperkuat dan
mendukung argumen dalam penulisan skripsi ini.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika
dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
Bab I : berisi
tentang pendahuluan yang mana terdiri dari alasan pemilihan judul, latar belakang
masalah, rumusan masalah, kerangka teori, hipotesa, metode penelitian, tujuan
penelitian, batasan penelitian, dan sistemarika penulisan.
Bab II : akan
menjelaskan serangan Israel ke Jalur Gaza dan permusuhan Israel terhadap Hamas.
Bab III : akan
menjelaskan tentang alasan invasi Israel ke Jalur Gaza pada tahun 2014 karena
faktor rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah.
Bab IV : akan
menjelaskan faktor penguatan pengaruh Iran terhadap Hamas di Jalur Gaza.
Bab
V : berisi tentang kesimpulan
[1] “Military” dalam http://www.globalsecurity.org/military/library/report/1989/ADF.htm
diakses pada jumat 31 oktober 2014
https://www.globalpolicy.org/component/content/article/169/36404.html, diakses pada kamis 13 november 2014
[3] Paleri Prabhakaran, Imperatives and Challenges National Security, The Mac Graw – Hill,
New Delhi, 2008, hal 126
[4] Robert Jackson. Georg Sorensen “Pengantar Studi Hubungan Internasional Teori
dan Pendekatan”, Yogyakarta, 2013, hal 439
[5] Ibid, hal
449
[6] “Hamas-Fatah Berdamai, Israel Tunda
Pembicaraan Damai” dalam
http://internasional.kompas.com/read/2014/04/25/0819359/Hamas-Fatah.Berdamai.Israel.Tunda.Pembicaraan.Damai, diakses pada kamis 13 november 2014
[8]
Republika, 18 juli 2014, hal 6
[9] “Senjata Iran ke Jalur Gaza Diselundupkan
Lewat Terowongan” dalam http://news.liputan6.com/read/2081799/senjata-iran-ke-jalur-gaza-diselundupkan-lewat-terowongan, diakses pada jumat 31 oktober 2014
[10] “Iran Banggakan Bantuan Teknologi Roket
untuk Hamas” dalam http://news.liputan6.com/read/2081694/iran-banggakan-bantuan-teknologi-roket-untuk-hamas, diakses
pada senin 1 desember 2014
[11] “Iran
Terbuka Suplai Senjata ke Gaza” dalam http://www.jawapos.com/baca/artikel/6269/Iran-Terbuka-Suplai-Senjata-ke-Gaza, diakses pada
senin 1 desember 2014
[12] “Pejabat Israel: Hamas bangun kembali
kemampuan militernya” dalam
http://www.merdeka.com/dunia/pejabat-israel-hamas-bangun-kembali-kemampuan-militernya.html, diakses pada kamis 31 oktober 2014
Komentar
Posting Komentar