MAKALAH Ki Hajar Dewantara VERSI ABDUL GOFUR

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Berbicara tentang pendidikan pada umumnya, serta pendidikan Islam pada khususnya di Indonesia tidak dapat ditinggalkan pembicaraan terhadap tokoh dan pejuang pendidikan Indonesia sejati yang bernama Ki Hajar Dewantara. Seorang pakar yang berkecimpung atau mengonsentrasikan keahliannya dalam bidang pendidikan, amatlah naif apabila tidak mengetahui dan memahami pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Hal yang demikian itu terjadi antara lain di sebabkan karena berbagai konsep strategis tentang pendidikan di Indonesia dalam hampir seluruh aspeknya senantiasa merujuk pada pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Gagasan dan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara telah ditulis dalam berbagai karangannya yang mendapatkan sambutan hangat dari kepala Negara, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Karena demikian luas dan mendalam pemikiran pendidikannya itu, maka boleh jadi ia belum dapat dibaca oleh para pakar pendidikan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, karena berbagai alasan. Bagaimanakah corak, sifat, dan karakter pemikiran pendidikannya itu, boleh jadi belum dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Demikian pula dalam situasi reformasi seperti sekarang ini, konsep pendidikan di Indonesia tengah ditinjau ulang untuk kemudian dihasilkan suatu rumusan konsep pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam kaitan mencari rumusan kosep pendidikan yang demikian itu, maka sebaiknya kita menengok sejenak pemikiran-pemikiran pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, dalam kerangka al-mahafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah (meneruskan hal-hal masa lalu yang masih relevan dan mengambil pemikiran baru yang lebih baik).
Sebagai seorang Muslim yang taat dan tinggal dalam lingkungan budaya Jawa yang kental, maka dapat diduga kuat, bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara itu, selain dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, situasi politik dan perjalanan hidupnya, juga akan dipengaruhi oleh pandangannya tentang ajaran Islam. hal ini pada gilirannya menjadi dasar yang kuat untuk mengindetifikasi corak dan sifat gagasan-gagasan pendidikannya itu.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah biografi Ki Hajar Dewantara?
2.      Apa karya-karya Ki Hajar Dewantara?
3.      Bagaimana pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara?
  1. Tujuan
1.      Untuk mengetahui biografi Ki Hajar Dewantara
2.      Untuk mengetahui karya-karya Ki Hajar Dewantara
3.      Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Suryaningrat dilahirkan pada 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1303 H di Yogyakarta, dan wafat pada 26 April 1959 bertepatan dengan 1376 H (berusia 70 tahun).
Dilihat dari segi leluhurnya, ia adalah putra dari Suryaningrat, putra Paku Alam III. Sebagai seorang keluarga ningrat, ia termasuk yang memperoleh keuntungan dalam mendapatkan pendidikan yang baik. Pendidikan dasarnya ia peroleh dari sekolah rendah Belanda (Europeesche Lagere School, ELS). Setelah itu ia melanjutkan ke Sekolah Guru (Kweek School); tetapi sebelum sempat menyelesaikannya, ia pindah ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Arten). Namun di sekolah ini pun ia alami kesulitan ekonomi. Sejak itu, ia memilih terjun ke dalam bidang jurnalistik, suatu bidang yang kelak mengantarkannya ke dunia pergerakan politik nasional.
Pada tahun 1912, nama Ki Hajar Dewantara dapat dikatogorikan sebagai tokoh muda yang mendapat perhatian Cokroaminoto untuk memperkuat barisan Syarekat Islam cabang Bandung. Oleh karena itu, ia bersama dengan Wignyadisastra dan Abdul Muis, yang masing-masing diangkat sebagai ketua dan wakil ketua, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai sekertaris, tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan E.F.E. Dowes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia diasingkan ke Belanda (1913) atas dasar orientasi politik mereka yang cukup radikal. Selain alasan itu, Ki Hajar Dewantara pun jauh lebih mengaktifkan dirinya pada Indische Partij yang didirikan pada tanggal 6 September 1912. Dengan alasan ini, maka Ki Hajar Dewantara tidak memiliki kesempatan untuk menjadi tokoh penting di lingkungan Syarikat Islam.
Sebagai tokoh politik dan tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara tidak hanya terlibat dalam konsep dan pemikiran melainkan juga terlibat aktif sebagai pelaku yang berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang melalui pendidikan yang diperjuangkannya melalui Sistem Pendidikan Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya. Dalam posisinya yang demikian itu, maka dapat diduga ia memiliki konsep-konsep yang strategis tentang pendidikan di Indonesia. Konsep ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Karena jasanya yang demikian besar dalam dunia pendidikan nasional, maka hari kelahirannya, tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
  1. Karya-karya Ki Hajar Dewantara
Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967). Kepiawaian dalam menulis karena beliau sejak muda menjadi penulis dan wartawan.
Ketiga, Buku Bagian I Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan nasional, politik pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian, pendidikan keluarga, ilmu jiwa, ilmu adab, dan bahasa. Tulisan tertua dalam buku ini yakni ’’Pendidikan dan Pengajaran Nasional’’ yang disampaikan sebagai prasaran dalam Kongres Permufakatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 31 Agustus 1928.
Ki Hadjar Dewantara dalam tulisan itu mengatakan bahwa kemerdekaan dalam dunia pendidikan memiliki tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dapat mengatur diri sendiri. Buku Bagian II Kebudayaan terbagai dalam 5 bab: kebudayaan umum, kebudayaan dan pendidikan/kesenian, kebudayaan dan kewanitaan, kebudayaan dan masyarakat, hubungan dan penghargaan kita.
Dua buku itu adalah representasi pemikiran dan pembuktian dalam praktik pendidikan dan pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan dan kebudayaan adalah basis kehidupan yang menentukan kualitas manusia dan bangsa.
  1. Gagasan dan Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pada masa hidupnya Ki Hajar Dewantara banyak mengabdikan dirinya bagi kepentingan pendidikan nasional, melalui Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya. Dalam kapasitasnya yang demikian itu dapat diduga kuat bahwa ia banyak memiliki gagasan dan pemikiran dalam bidang pendidikan yang dikemukakannya.
            Gagasan dan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan
Secara sederhana visi dapat diartikan suatu cita-cita ideal yang bersifat jangka panjang jauh ke depan dan mengandung makna yang amat dalam yang kemudian berfungsi sebagai arah pandang ke mana suatu kegiatan akan diarahkan. Secara konseptual visi biasanya berisi rumusan kalimat yang tegas, jelas, dan singkat.
Sedangkan misi adalah serangkaian langkah-langkah strategis yang lebih terperinci dan terukur yang apabila dilaksanakan akan terasa pengaruhnya baik secara psikologis, sosiologis maupun kultural. Kumpulan dari misi tersebut selanjutnya berfungsi untuk mencapai visi.
Adapun tujuan, adalah langkah-langkah strategis yang lebih terukur dan dapat dijangkau hasilnya dalam kurun dan kadar tertentu.
Dalam berbagai tulisannya, Ki Hajar Dewantara tidak mengemukakan visi dan misi tujuan pendidikan secara eksplisit. Namun dari berbagai pernyataannya yang dapat dilihat menurut batasan pengertian tersebut di atas dapat dijumpai bahwa ia memiliki visi dan misi pendidikan tersebut. Ki Hajar Dewantara misalnya mengatakan bahwa pendidikan nasional sebagaimana dianut oleh Taman Siswa adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya (cultureel-national) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.
Pada bagian lain Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan dengan keinsyafan, ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagiaan manusia, tidak hanya bersifat laku pembangunan, tetapi tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasaskan peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Dengan memperhatikan beberapa pernyataan tersebut diatas, tampak sekali bahwa visi, misi dan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia secara universal, sehingga mereka dapat berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dengan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Pernyataan visi, misi dan tujuan pendidikan yang bernuansa perjuangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari situasi dan kondisi sosial politik pada masanya, yaitu politik kolonial penjajah Belanda yang telah menguras kekayaan alam Indonesia serta menyengsarakan rakyat Indonesia secara lahir batin.
2.      Kurikulum (Mata Pelajaran)
Istilah “kurikulum” berasal dari dunia olahraga zama Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Dalam pengertian yang sederhana kurikulum sering diartikan dengan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Namun dalam perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada pengertian sejumlah mata pelajaran atau bidang studi saja, melainkan termasuk pula kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Kegiatan-kegiatan belajar dimaksud dapat dilakukan dalam kelas dengan mengikuti ceramah, bertanya jawab, mengadakan demonstrasi, bisa juga kegiatan di luar kelas, baik di dalam maupun di luar kampus. Sejalan dengan itu pendapat berikutnya mengatakan bahwa menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang aktual, yang nyata yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar.
Pemikiran dan gagasan Ki Hajar Dewantara dalam bidang kurikulum terlihat sangat dipengaruhi oleh semangat kemandirian yang dibangunnya dengan bertumpu pada budaya bangsa sendiri, yaitu budaya Indonesia. Sungguhpun ia dibesarkan dalam lingkungan pendidikan Belanda, tapi ia laksana ikan dalam laut. Sungguhpun air laut itu asin, tapi ikan tidak asin, kecuali sengaja diasin. Ki Hajar Dewantara memperlihatkan kejeniusan, keorisinalan, dan kemandiriannya dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum (mata pelajaran). Ia ingin mandiri dan tidak mau menjiplak produk Belanda. Ia ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga dapat mengurus dan merumuskan sendiri tentang pendidikan yang terbaik bagi bangsanya.
3.      Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti termasuk bidang kajian yang mendapat perhatian yang menonjol dari Ki Hajar Dewantara. Pemikiran dan gagasannya tentang pendidikan budi pekerti secara akademis amat luas, kokoh dan komprehensif, sebagaimana hal ini terlihat pada sejumlah refrensi dari para tokoh dalam bidangnya yang ia gunakan. Penguasaannya terhadap ilmu jiwa yang demikian luas yang mendalam telah digunakannya secara fungsional, proporsional dan elegan dalam membangun konsep atau teorinya tentang pendidikan budi pekerti. Demikian pula semangat nasionalisme, kemandirian dan kemerdekaannya dari pengaruh budaya Belanda telah semakin mendorong baginya untuk merumuskan konsep budi pekerti yang khas bagi bangsa Indonesia.
Gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan budi pekerti terlihat dengan jelas diarahkan pada pembentukkan karakter bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Ia menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki sikap dan pandangan yang maju disatu pihak, namun di pihak lain ia tetap berpijak pada kepribadian sebagai bangsa Indonesia yang memiliki budaya dan kepribadian yang khas, tidak meniru atau bersikap kebarat-baratan dan sebagainya.
4.      Pendidikan Agama
Ki Hajar Dewantara menunjukkan sikap sebagai seorang nasionalis religius yang bersikap toleran, demokrat, menghargai keragaman dan sekaligus juga realistik. Selain itu, ia juga menginginkan agar masing-masing agama memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki akhlak dan sopan santun masyarakat dengan cara menonjolkan sisi-sisi pengalaman agama dalam bentuk budi pekerti yang mulia. Ia juga menginginkan agar masyarakat bersikap realistik dan objektif serta toleran. Hal ini terlihat pernyataan yaitu bahwa dari satu sisi suatu lembaga pendidikan dapat mengajarkan agama yang sesuai dengan misi lembaga tersebut kepada siswa yang memiliki agam yang berbeda, dengan catatan tidak boleh dengan paksaaan. Sementara itu kepada penganut agama lain yang minoritas harus dengan kebesaran jiwa menerima realitas penganut agama lain yang mayoritas. Jika di lembaga pendidikan tersebut penganut agama yang mayoritas adalah Islam, kemudian membiasakan tradisi secara islami, maka penganut non-Muslim harus menerima keadaan tersebut. Demikian pula sebaliknya.
Jalan pemecahan masalah (solusi) yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara terhadap persoalan pendidikan agama tersebut tampaknya cukup toleran, demokrat, menghargai perbedaan, seimbang, sesuai dengan prinsip menjungjung hak-hak asasi manusia dan sekaligus juga realistik. Dari sikapnya ini terlihat, bahwa ia memang bukan seorang kiai atau ulama, tapi cara pandangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
5.      Pendidikan Taman Kanak-kanak
Pendidikan Taman Kanak-kanak termasuk ke dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia. Dalam bahasa Arab dijumpai adanya istilah Bustanul Athfal (Tempat bermaik Kanak-kanak), Riyadlul Athfal (Taman Kanak-kanak), dan sebagainya. Para Ulama Islam seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Jama’ah dan lain-lain sudah menyinggung perlunya pendidikan kanak-kanak sebagai bagian yang tidak boleh dianggap sepele dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang utuh.
Perhatian terhadap pentingnya pendidikan kanak-kanak ini telah pula di lakukan oleh Ki Hajar Dewantara sebagaimana hal itu dijumpai dalam bagian pendidikan yang terdapat pada Taman Siswa. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara mengatakan, “Barangkali pembaca sudah pernah mendengar, bahwa dalam Taman Siswa diadakan adalah Taman Anak, yaitu kalau di HIS sama dengan Voorklas, kelas I, II dan III yang dimana Legere School (Taman Muda), yaitu bagian kedua dari kelas 4 sampai kelas 7, kalau menurut aturan HIS.
Konsep pendidikan Taman Kanak-kanak Ki Hajar Dewantara sangat dipengaruhi oleh pandangannya yang utuh tentang manusia serta sikap nasionalisme yang kokoh. Melalui pendidikan Taman Kanak-kanak, pelajaran ditujukan untuk mempertajam daya batin (cipta, rasa, karsa, nafsu dan sebagainya) yang dilakukan melalui pengajaran pancaindra dengan mempergunakan sejumlah  permainan yang hidup dan tumbuh di bumi Indonesia sendiri. Membaca dan melihat konsep dari luar adalah suatu keharusan, tetapi semuanya itu bukan untuk ditiru mentah-mentah begitu saja, melainkan membangun konsep yang baru dan khas milik kita sendiri. Dengan cara demikian jati diri, karakter dan kepribadian sebagai bangsa akan tampak jelas dan terpelihara sebagaimana mestinya.
6.      Wawasan Global-Internasional
Berbagai konsep pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan sebagaimana di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara selalu didasarkan pada dasar kebangsaan Indonesia, dalam arti yang luas, tinggi dan dalam, dan hanya terbatas oleh syarat-syarat Adab Kemanusiaan, seperti yang dimaksudkan oleh segala pengajaran agama. Namun demikian, dasar kebangsaan ini menurut Ki Hajar Dewantara harus pula dibangun dalam hubungan yang lebih luas dengan dunia Internasional. Dalam hubungan ini, ia mengatakan: meskipun cara penyelenggaraan pengajaran itu harus seimbang dengan kekuatan dan keadaan lain-lain dari masyarakat, tetapi hendaklah selalu diusahakan memperbaiki segala peraturan pengajaran, hingga dapat memenuhi syarat-syarat dan ukuran-ukuran internasional.
Sejalan dengan wawasan global-internasional tersebut, Ki Hajar Dewantara sangat menekankan pentingnya pengajaran bahasa dunia. Untuk kepentingan pengajaran bahasa ini, dalam bukunya Bagian Pertama Pendidikan, ia menguraikan pandangannya tentang bahasa dalam satu bab khusus tentang bahasa sebanyak lebih kurang enam puluh halaman. Ia mengatakan bahwa bahasa yang dipelajarkan pada sekolah-sekolah rendah hanya bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Sedangkan untuk sekolah menengah selain bahasa itu perlu pula bahasa Inggris sebagai bahasa dunia internasional dan bahasa Jerman untuk keperluan perluasan ilmu pengetahuan, yang sebaik-baiknya diajarkan di sekolah menengah tinggi.
7.      Sistem Pondok
Selain berbicara tentang berbagai aspek yang terkait dengan pendidikan, Ki Hajar Dewantara juga berbicara tentang sistem pondok. sistem pondok, asrama atau pawiyatan mengandung keuntungan dari segi ekonomi, sosial kemasyarakatan dan secara akademis akan mendukung terciptanya hasil pendidikan yang berkualitas secara sempurna. Dengan sistem ini, seorang anak diajar cara hidup bermasyarakat, dan sekaligus dapat memanfaatkan seluruh waktunya untuk kepentingan pendidikan.
Konsep pendidikan yang berbasiskan pada sistem asrama ini tampak masih cukup menarik di zaman sekarang ini. Di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan barbagai godaan yang dapat menjerumuskan peserta didik ke dalam kehidupan yang menyuramkan masa depannya, sistem pendidikan yang berbasiskan pondok ini merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Berbagai lembaga pendidikan yang menginginkan lulusannya berhasil dalam studinya dengan baik masih terus mengembangkan konsep pendidikan yang berbasis pondok ini.
BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
1.      Terbukti dengan amat jelas dan meyakinkan, bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang pendidikan yang sejati. Berbagai pemikiran, gagasan dan konsep-konsep yang ditawarkannya bukan hanya dalam teori tetapi telah ia praktikan melalui Perguruan Taman Siswa yang diasuhnya.
2.      Corak pemikiran dan gagasan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara amat dipengaruhi oleh situasi perjuangan dan pergerakan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah Belanda dan Jepang. Ia mengkritik pendidikan yang diberikan pemerintah Belanda kepada bangsa Indonesia sebagai pendidikan yang tidak bermutu, sekularistik, diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
3.      Gagasan pemikiran Ki Hajar Dewantara dikemukakan sebagai berikut:
a.       Visi, misi dan Tujuan Pendidikan
b.      Kurikulum (Mata pelajaran)
c.       Pendidikan budi pekerti
d.      Pendidikan agama
e.       Pendidikan Taman Kanak-kanak
f.       Wawasan global-internasional
g.      Sistem pondok
  1. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Penulis sadar akan banyaknya kekurangan dan jauh dari hal sempurna. Masih banyak kesalahan dari makalah ini. Penulis juga membutuhkan kritik dan saran agar bisa menjadikan motivasi bagi penulis agar ke depan bisa lebih baik lagi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada segala pihak yang telah membantu hingga makalah ini dapat kami selesaikan.


DAFTAR PUSTAKA

Penulis, Tim. Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid I. Jakarta: Djambatan. 2002
Dewantara, Ki Hajar. Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. 1962
Lihat Sudirman, dkk. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. 1989
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1994


Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal pramuka tali temali

Tugas Meresum Perjalanan Obat Dalam Tubuh Manusia versi Abdul Gofur

SOAL AKIDAH AKHLAK VERSI ABDUL GOFUR