MAKALAH Ki Hajar Dewantara VERSI ABDUL GOFUR
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Berbicara tentang pendidikan pada
umumnya, serta pendidikan Islam pada khususnya di Indonesia tidak dapat
ditinggalkan pembicaraan terhadap tokoh dan pejuang pendidikan Indonesia sejati
yang bernama Ki Hajar Dewantara. Seorang pakar yang berkecimpung atau
mengonsentrasikan keahliannya dalam bidang pendidikan, amatlah naif apabila
tidak mengetahui dan memahami pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Hal yang
demikian itu terjadi antara lain di sebabkan karena berbagai konsep strategis
tentang pendidikan di Indonesia dalam hampir seluruh aspeknya senantiasa
merujuk pada pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Gagasan dan pemikiran pendidikan Ki
Hajar Dewantara telah ditulis dalam berbagai karangannya yang mendapatkan
sambutan hangat dari kepala Negara, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.
Soekarno. Karena demikian luas dan mendalam pemikiran pendidikannya itu, maka
boleh jadi ia belum dapat dibaca oleh para pakar pendidikan pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, karena berbagai alasan. Bagaimanakah corak, sifat, dan
karakter pemikiran pendidikannya itu, boleh jadi belum dapat dipahami dengan
baik oleh masyarakat.
Demikian pula dalam situasi
reformasi seperti sekarang ini, konsep pendidikan di Indonesia tengah ditinjau
ulang untuk kemudian dihasilkan suatu rumusan konsep pendidikan yang sesuai
dengan tuntutan zaman. Dalam kaitan mencari rumusan kosep pendidikan yang
demikian itu, maka sebaiknya kita menengok sejenak pemikiran-pemikiran
pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, dalam kerangka al-mahafadzah
ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah (meneruskan hal-hal
masa lalu yang masih relevan dan mengambil pemikiran baru yang lebih baik).
Sebagai seorang Muslim yang taat dan
tinggal dalam lingkungan budaya Jawa yang kental, maka dapat diduga kuat, bahwa
pemikiran Ki Hajar Dewantara itu, selain dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, situasi politik dan perjalanan hidupnya, juga akan dipengaruhi oleh
pandangannya tentang ajaran Islam. hal ini pada gilirannya menjadi dasar yang
kuat untuk mengindetifikasi corak dan sifat gagasan-gagasan pendidikannya itu.
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
biografi Ki Hajar Dewantara?
2.
Apa karya-karya
Ki Hajar Dewantara?
3.
Bagaimana
pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara?
- Tujuan
1.
Untuk
mengetahui biografi Ki Hajar Dewantara
2.
Untuk
mengetahui karya-karya Ki Hajar Dewantara
3.
Untuk
mengetahui pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara
BAB II
PEMBAHASAN
- Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya
Suwardi Suryaningrat dilahirkan pada 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1303 H di
Yogyakarta, dan wafat pada 26 April 1959 bertepatan dengan 1376 H (berusia 70
tahun).
Dilihat dari segi leluhurnya, ia
adalah putra dari Suryaningrat, putra Paku Alam III. Sebagai seorang keluarga
ningrat, ia termasuk yang memperoleh keuntungan dalam mendapatkan pendidikan
yang baik. Pendidikan dasarnya ia peroleh dari sekolah rendah Belanda
(Europeesche Lagere School, ELS). Setelah itu ia melanjutkan ke Sekolah Guru
(Kweek School); tetapi sebelum sempat menyelesaikannya, ia pindah ke STOVIA
(School tot Opleiding van Indische Arten). Namun di sekolah ini pun ia alami
kesulitan ekonomi. Sejak itu, ia memilih terjun ke dalam bidang jurnalistik,
suatu bidang yang kelak mengantarkannya ke dunia pergerakan politik nasional.
Pada tahun 1912, nama Ki Hajar
Dewantara dapat dikatogorikan sebagai tokoh muda yang mendapat perhatian
Cokroaminoto untuk memperkuat barisan Syarekat Islam cabang Bandung. Oleh
karena itu, ia bersama dengan Wignyadisastra dan Abdul Muis, yang masing-masing
diangkat sebagai ketua dan wakil ketua, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai
sekertaris, tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan
E.F.E. Dowes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia diasingkan ke Belanda (1913)
atas dasar orientasi politik mereka yang cukup radikal. Selain alasan itu, Ki
Hajar Dewantara pun jauh lebih mengaktifkan dirinya pada Indische Partij yang
didirikan pada tanggal 6 September 1912. Dengan alasan ini, maka Ki Hajar
Dewantara tidak memiliki kesempatan untuk menjadi tokoh penting di lingkungan
Syarikat Islam.
Sebagai tokoh politik dan tokoh
pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara tidak hanya terlibat dalam konsep dan
pemikiran melainkan juga terlibat aktif sebagai pelaku yang berjuang
membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang melalui
pendidikan yang diperjuangkannya melalui Sistem Pendidikan Taman Siswa yang
didirikan dan diasuhnya. Dalam posisinya yang demikian itu, maka dapat diduga
ia memiliki konsep-konsep yang strategis tentang pendidikan di Indonesia.
Konsep ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Karena jasanya yang
demikian besar dalam dunia pendidikan nasional, maka hari kelahirannya, tanggal
2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
- Karya-karya Ki Hajar Dewantara
Karya Warisan Pertama Ki Hajar
Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi representasi institusi pendidikan
pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini. Kedua adalah
tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Tulisan-tulisan
itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dalam
buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar
Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967). Kepiawaian dalam menulis karena beliau
sejak muda menjadi penulis dan wartawan.
Ketiga,
Buku Bagian I Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan nasional, politik
pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian, pendidikan keluarga,
ilmu jiwa, ilmu adab, dan bahasa. Tulisan tertua dalam buku ini yakni
’’Pendidikan dan Pengajaran Nasional’’ yang disampaikan sebagai prasaran dalam
Kongres Permufakatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 31 Agustus
1928.
Ki
Hadjar Dewantara dalam tulisan itu mengatakan bahwa kemerdekaan dalam dunia
pendidikan memiliki tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang
lain, dapat mengatur diri sendiri. Buku Bagian II Kebudayaan terbagai dalam 5
bab: kebudayaan umum, kebudayaan dan pendidikan/kesenian, kebudayaan dan kewanitaan,
kebudayaan dan masyarakat, hubungan dan penghargaan kita.
Dua buku
itu adalah representasi pemikiran dan pembuktian dalam praktik pendidikan dan
pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan dan kebudayaan adalah basis
kehidupan yang menentukan kualitas manusia dan bangsa.
- Gagasan dan Pemikiran Pendidikan Ki Hajar
Dewantara
Sebagaimana telah disebutkan di
atas, bahwa pada masa hidupnya Ki Hajar Dewantara banyak mengabdikan dirinya
bagi kepentingan pendidikan nasional, melalui Taman Siswa yang didirikan dan
diasuhnya. Dalam kapasitasnya yang demikian itu dapat diduga kuat bahwa ia
banyak memiliki gagasan dan pemikiran dalam bidang pendidikan yang
dikemukakannya.
Gagasan dan
pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara selengkapnya dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1.
Visi, Misi dan
Tujuan Pendidikan
Secara
sederhana visi dapat diartikan suatu cita-cita ideal yang bersifat jangka
panjang jauh ke depan dan mengandung makna yang amat dalam yang kemudian
berfungsi sebagai arah pandang ke mana suatu kegiatan akan diarahkan. Secara
konseptual visi biasanya berisi rumusan kalimat yang tegas, jelas, dan singkat.
Sedangkan misi
adalah serangkaian langkah-langkah strategis yang lebih terperinci dan terukur
yang apabila dilaksanakan akan terasa pengaruhnya baik secara psikologis,
sosiologis maupun kultural. Kumpulan dari misi tersebut selanjutnya berfungsi
untuk mencapai visi.
Adapun tujuan,
adalah langkah-langkah strategis yang lebih terukur dan dapat dijangkau
hasilnya dalam kurun dan kadar tertentu.
Dalam berbagai
tulisannya, Ki Hajar Dewantara tidak mengemukakan visi dan misi tujuan
pendidikan secara eksplisit. Namun dari berbagai pernyataannya yang dapat
dilihat menurut batasan pengertian tersebut di atas dapat dijumpai bahwa ia
memiliki visi dan misi pendidikan tersebut. Ki Hajar Dewantara misalnya
mengatakan bahwa pendidikan nasional sebagaimana dianut oleh Taman Siswa
adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya
(cultureel-national) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat
mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan
lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.
Pada bagian
lain Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah tuntunan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Lebih lanjut Ki
Hajar Dewantara mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan dengan
keinsyafan, ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagiaan manusia, tidak hanya
bersifat laku pembangunan, tetapi tetapi sering merupakan perjuangan pula.
Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tak boleh
melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha
kebudayaan, berasaskan peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi
derajat kemanusiaan.
Dengan
memperhatikan beberapa pernyataan tersebut diatas, tampak sekali bahwa visi,
misi dan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa pendidikan sebagai
alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat manusia
secara universal, sehingga mereka dapat berdiri kokoh sejajar dengan
bangsa-bangsa lain yang telah maju dengan tetap berpijak kepada identitas
dirinya sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda
dengan bangsa lain.
Pernyataan
visi, misi dan tujuan pendidikan yang bernuansa perjuangan tersebut tidak dapat
dilepaskan dari situasi dan kondisi sosial politik pada masanya, yaitu politik
kolonial penjajah Belanda yang telah menguras kekayaan alam Indonesia serta
menyengsarakan rakyat Indonesia secara lahir batin.
2.
Kurikulum (Mata
Pelajaran)
Istilah
“kurikulum” berasal dari dunia olahraga zama Romawi Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai garis finish. Dalam pengertian yang sederhana kurikulum sering
diartikan dengan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Namun dalam
perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada
pengertian sejumlah mata pelajaran atau bidang studi saja, melainkan termasuk
pula kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar.
Kegiatan-kegiatan belajar dimaksud dapat dilakukan dalam kelas dengan mengikuti
ceramah, bertanya jawab, mengadakan demonstrasi, bisa juga kegiatan di luar
kelas, baik di dalam maupun di luar kampus. Sejalan dengan itu pendapat
berikutnya mengatakan bahwa menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari
sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern
ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang aktual, yang nyata yaitu yang aktual
terjadi di sekolah dalam proses belajar.
Pemikiran dan
gagasan Ki Hajar Dewantara dalam bidang kurikulum terlihat sangat dipengaruhi
oleh semangat kemandirian yang dibangunnya dengan bertumpu pada budaya bangsa
sendiri, yaitu budaya Indonesia. Sungguhpun ia dibesarkan dalam lingkungan
pendidikan Belanda, tapi ia laksana ikan dalam laut. Sungguhpun air laut itu
asin, tapi ikan tidak asin, kecuali sengaja diasin. Ki Hajar Dewantara
memperlihatkan kejeniusan, keorisinalan, dan kemandiriannya dalam menyusun dan
mengembangkan kurikulum (mata pelajaran). Ia ingin mandiri dan tidak mau
menjiplak produk Belanda. Ia ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga
dapat mengurus dan merumuskan sendiri tentang pendidikan yang terbaik bagi
bangsanya.
3.
Pendidikan Budi
Pekerti
Pendidikan budi
pekerti termasuk bidang kajian yang mendapat perhatian yang menonjol dari Ki
Hajar Dewantara. Pemikiran dan gagasannya tentang pendidikan budi pekerti
secara akademis amat luas, kokoh dan komprehensif, sebagaimana hal ini terlihat
pada sejumlah refrensi dari para tokoh dalam bidangnya yang ia gunakan.
Penguasaannya terhadap ilmu jiwa yang demikian luas yang mendalam telah
digunakannya secara fungsional, proporsional dan elegan dalam membangun konsep
atau teorinya tentang pendidikan budi pekerti. Demikian pula semangat
nasionalisme, kemandirian dan kemerdekaannya dari pengaruh budaya Belanda telah
semakin mendorong baginya untuk merumuskan konsep budi pekerti yang khas bagi
bangsa Indonesia.
Gagasan dan
pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan budi pekerti terlihat dengan jelas
diarahkan pada pembentukkan karakter bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai
agama dan budaya bangsa. Ia menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki sikap
dan pandangan yang maju disatu pihak, namun di pihak lain ia tetap berpijak
pada kepribadian sebagai bangsa Indonesia yang memiliki budaya dan kepribadian
yang khas, tidak meniru atau bersikap kebarat-baratan dan sebagainya.
4.
Pendidikan
Agama
Ki Hajar
Dewantara menunjukkan sikap sebagai seorang nasionalis religius yang bersikap
toleran, demokrat, menghargai keragaman dan sekaligus juga realistik. Selain
itu, ia juga menginginkan agar masing-masing agama memiliki tanggung jawab
moral untuk memperbaiki akhlak dan sopan santun masyarakat dengan cara
menonjolkan sisi-sisi pengalaman agama dalam bentuk budi pekerti yang mulia. Ia
juga menginginkan agar masyarakat bersikap realistik dan objektif serta
toleran. Hal ini terlihat pernyataan yaitu bahwa dari satu sisi suatu lembaga
pendidikan dapat mengajarkan agama yang sesuai dengan misi lembaga tersebut
kepada siswa yang memiliki agam yang berbeda, dengan catatan tidak boleh dengan
paksaaan. Sementara itu kepada penganut agama lain yang minoritas harus dengan
kebesaran jiwa menerima realitas penganut agama lain yang mayoritas. Jika di
lembaga pendidikan tersebut penganut agama yang mayoritas adalah Islam,
kemudian membiasakan tradisi secara islami, maka penganut non-Muslim harus
menerima keadaan tersebut. Demikian pula sebaliknya.
Jalan pemecahan
masalah (solusi) yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara terhadap persoalan
pendidikan agama tersebut tampaknya cukup toleran, demokrat, menghargai
perbedaan, seimbang, sesuai dengan prinsip menjungjung hak-hak asasi manusia
dan sekaligus juga realistik. Dari sikapnya ini terlihat, bahwa ia memang bukan
seorang kiai atau ulama, tapi cara pandangnya tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam.
5.
Pendidikan
Taman Kanak-kanak
Pendidikan
Taman Kanak-kanak termasuk ke dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia. Dalam bahasa Arab dijumpai adanya istilah Bustanul Athfal (Tempat
bermaik Kanak-kanak), Riyadlul Athfal (Taman Kanak-kanak), dan sebagainya. Para
Ulama Islam seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Jama’ah dan lain-lain sudah
menyinggung perlunya pendidikan kanak-kanak sebagai bagian yang tidak boleh
dianggap sepele dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang utuh.
Perhatian
terhadap pentingnya pendidikan kanak-kanak ini telah pula di lakukan oleh Ki
Hajar Dewantara sebagaimana hal itu dijumpai dalam bagian pendidikan yang
terdapat pada Taman Siswa. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara mengatakan,
“Barangkali pembaca sudah pernah mendengar, bahwa dalam Taman Siswa diadakan
adalah Taman Anak, yaitu kalau di HIS sama dengan Voorklas, kelas I, II dan III
yang dimana Legere School (Taman Muda), yaitu bagian kedua dari kelas 4 sampai
kelas 7, kalau menurut aturan HIS.
Konsep
pendidikan Taman Kanak-kanak Ki Hajar Dewantara sangat dipengaruhi oleh
pandangannya yang utuh tentang manusia serta sikap nasionalisme yang kokoh.
Melalui pendidikan Taman Kanak-kanak, pelajaran ditujukan untuk mempertajam
daya batin (cipta, rasa, karsa, nafsu dan sebagainya) yang dilakukan melalui pengajaran
pancaindra dengan mempergunakan sejumlah
permainan yang hidup dan tumbuh di bumi Indonesia sendiri. Membaca dan
melihat konsep dari luar adalah suatu keharusan, tetapi semuanya itu bukan
untuk ditiru mentah-mentah begitu saja, melainkan membangun konsep yang baru
dan khas milik kita sendiri. Dengan cara demikian jati diri, karakter dan
kepribadian sebagai bangsa akan tampak jelas dan terpelihara sebagaimana
mestinya.
6.
Wawasan
Global-Internasional
Berbagai konsep
pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan sebagaimana di kemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara selalu didasarkan pada dasar kebangsaan Indonesia, dalam arti
yang luas, tinggi dan dalam, dan hanya terbatas oleh syarat-syarat Adab
Kemanusiaan, seperti yang dimaksudkan oleh segala pengajaran agama. Namun
demikian, dasar kebangsaan ini menurut Ki Hajar Dewantara harus pula dibangun
dalam hubungan yang lebih luas dengan dunia Internasional. Dalam hubungan ini,
ia mengatakan: meskipun cara penyelenggaraan pengajaran itu harus seimbang
dengan kekuatan dan keadaan lain-lain dari masyarakat, tetapi hendaklah selalu
diusahakan memperbaiki segala peraturan pengajaran, hingga dapat memenuhi
syarat-syarat dan ukuran-ukuran internasional.
Sejalan dengan
wawasan global-internasional tersebut, Ki Hajar Dewantara sangat menekankan
pentingnya pengajaran bahasa dunia. Untuk kepentingan pengajaran bahasa ini,
dalam bukunya Bagian Pertama Pendidikan, ia menguraikan pandangannya
tentang bahasa dalam satu bab khusus tentang bahasa sebanyak lebih kurang enam
puluh halaman. Ia mengatakan bahwa bahasa yang dipelajarkan pada
sekolah-sekolah rendah hanya bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Sedangkan
untuk sekolah menengah selain bahasa itu perlu pula bahasa Inggris sebagai
bahasa dunia internasional dan bahasa Jerman untuk keperluan perluasan ilmu
pengetahuan, yang sebaik-baiknya diajarkan di sekolah menengah tinggi.
7.
Sistem Pondok
Selain
berbicara tentang berbagai aspek yang terkait dengan pendidikan, Ki Hajar
Dewantara juga berbicara tentang sistem pondok. sistem pondok, asrama atau
pawiyatan mengandung keuntungan dari segi ekonomi, sosial kemasyarakatan dan
secara akademis akan mendukung terciptanya hasil pendidikan yang berkualitas
secara sempurna. Dengan sistem ini, seorang anak diajar cara hidup
bermasyarakat, dan sekaligus dapat memanfaatkan seluruh waktunya untuk
kepentingan pendidikan.
Konsep
pendidikan yang berbasiskan pada sistem asrama ini tampak masih cukup menarik
di zaman sekarang ini. Di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan barbagai
godaan yang dapat menjerumuskan peserta didik ke dalam kehidupan yang
menyuramkan masa depannya, sistem pendidikan yang berbasiskan pondok ini
merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Berbagai lembaga pendidikan
yang menginginkan lulusannya berhasil dalam studinya dengan baik masih terus
mengembangkan konsep pendidikan yang berbasis pondok ini.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
1.
Terbukti dengan
amat jelas dan meyakinkan, bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang pendidikan
yang sejati. Berbagai pemikiran, gagasan dan konsep-konsep yang ditawarkannya
bukan hanya dalam teori tetapi telah ia praktikan melalui Perguruan Taman Siswa
yang diasuhnya.
2.
Corak pemikiran
dan gagasan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara amat
dipengaruhi oleh situasi perjuangan dan pergerakan untuk kemerdekaan bangsa
Indonesia dari penjajah Belanda dan Jepang. Ia mengkritik pendidikan yang
diberikan pemerintah Belanda kepada bangsa Indonesia sebagai pendidikan yang
tidak bermutu, sekularistik, diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan.
3.
Gagasan
pemikiran Ki Hajar Dewantara dikemukakan sebagai berikut:
a.
Visi, misi dan
Tujuan Pendidikan
b.
Kurikulum (Mata
pelajaran)
c.
Pendidikan budi
pekerti
d.
Pendidikan
agama
e.
Pendidikan
Taman Kanak-kanak
f.
Wawasan
global-internasional
g.
Sistem pondok
- Saran
Demikian makalah ini kami buat.
Penulis sadar akan banyaknya kekurangan dan jauh dari hal sempurna. Masih
banyak kesalahan dari makalah ini. Penulis juga membutuhkan kritik dan saran
agar bisa menjadikan motivasi bagi penulis agar ke depan bisa lebih baik lagi.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada segala pihak yang telah membantu hingga
makalah ini dapat kami selesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Penulis,
Tim. Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid I. Jakarta: Djambatan. 2002
Dewantara,
Ki Hajar. Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa. 1962
Lihat
Sudirman, dkk. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. 1989
Tafsir,
Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 1994
Komentar
Posting Komentar