ANALISIS PENURUNAN KADAR Fe (besi) AIR SUMUR GALI DENGAN PROSES AERASI, FILTRASI DAN KOMBINASINYA VERSI ABDUL GOFUR
ANALISIS
PENURUNAN KADAR Fe (besi) AIR SUMUR GALI DENGAN
PROSES AERASI, FILTRASI DAN KOMBINASINYA
PENDAHULUAN
Air tanah dari sumur gali lebih
banyak penggunaannya karena lebih mudah mendapatkan dan relatif lebih aman
dibandingkan dengan air permukaan. Secara umum air tanah tergolong bersih
dilihat dari segi mikrobiologis, namun kadar kimia air tanah tergantung dari
formasi litosfir yang dilaluinya atau adanya pencemaran dari lingkungan
sekitar, sehingga mineral-mineral dapat larut dan mengubah kualitas air (Said,
1999 dalam Rahayu, 2004).
Dengan demikian
untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan tidaklah
mudah. Hal ini disebabkan air tanah sering mengandung unsur-unsur seperti Fe
(Totok et al., 2010). Menurut Slamet
(2004) Fe atau Ferrum adalah logam
berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk dan di alam didapat sebagai hematite (bijih besi). Berdasarkan Permenkes
No 416/Menkes/Per/IX/1990 bahwa kadar Fe
yang diperbolehkan untuk air bersih maksimal 1 mg/lt, sedangkan berdasarkan
Permenkes RI No 492/Menkes/Per/IV/2010 bahwa kadar Fe maksimal yang
diperbolehkan untuk air minum adalah 0,3 mg/lt.
Dampak dari
kadar Fe yang melebihi ambang batas menyebabkan berbagai masalah. Pertama, dari
segi teknis menyebabkan korosif pada jaringan perpipaan. Kedua, dari segi
estetika menyebabkan air menjadi berbau, berasa dan berwarna kuning kecoklatan
serta menimbulkan bercak-bercak pada pakaian. Ketiga, dari segi kesehatan
menyebabkan gangguan kesehatan yaitu bersifat toksis terhadap organ melalui
gangguan secara fisiologis, misalnya kerusakan dinding usus dan berkurangnya
fungsi paru-paru (Slamet, 2004). Jika kita memanfaatkan sebagai sumber air
termasuk mandi, mencuci, masak dan minum maka akan terdistribusi ke bagian tubuh
manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus
menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan bagi
kesehatan manusia (Supriyanto et al.,
2007). Untuk menghindari akibat buruk yang tidak diinginkan, maka perlu
dilakukan pengolahan untuk menurunkan kadar Fe hingga batas yang diperbolehkan/
dipersyaratkan. Salah satu cara penurunan kadar besi dalam air adalah dengan
aerasi dan filtrasi.
Aerasi adalah
mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan besi dalam air baku bereaksi dengan
oksigen yang ada dalam udara membentuk senyawa besi yang dapat diendapkan (Said
et al., 1999). Filtrasi adalah suatu
proses pemisahan sisa-sisa flok
(partikel yang lebih besar) yang tidak sempat diendapkan di dalam bak pengendap
dengan mengalirkan air melalui media penyaring yang porous (berpori) dan perlengkapan lain untuk operasional
penyaringan (Departemen PU, 2005)
Air baku yang
berupa air tanah biasanya mengandung Fe terlarut. Adanya oksigen yang diperoleh
melalui aerasi akan beroksidasi dengan besi terlarut yang menghasilkan Ferric Hydroksida dalam bentuk
endapan/padatan (Depkes R.I, 2000). Pada proses pengendapan, tidak semua
gumpalan kotoran dapat diendapkan semua. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran
yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan
masih melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih
harus dilakukan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan dengan mengalirkan air yang
telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir
(Said et al, 1999).
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar Fe dengan perlakuan proses
aerasi, filtrasi maupun kombinasinya menggunakan pompa aerasi dan saringan
pasir. Selain itu juga untuk mengetahui metode pengolahan air yang efektif
untuk dapat diterapkan masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam.
METODE
Penurunan kadar Fe pada air baku sumur gali dengan menggunakan metode
aerasi, filtrasi dan kombinasinya. Perlakuan aerasi menggunakan pompa aerasi
dan filtrasi dengan saringan pasir. Aerasi dilakukan dengan menampung air baku
sumur gali pada bak penampungan (dengan kran bagian bawah) sebanyak 20 liter,
kemudian lakukan aerasi dengan menekan pompa sebanyak 50 kali dan dibiarkan
selama 45 menit. Filtrasi dilakukan dengan menampung air baku sumur gali pada
bak penampungan (terdapat kran bagian bawah) sebanyak 20 liter, kemudian buka
kran pada bak penampungan dengan kecepatan sedemikian rupa dan lakukan filtrasi
dengan saringan pasir. Kombinasi dilakukan dengan mengabungkan kedua metode
tersebut diatas, seperti pada Gambar I.
Lokasi
Penelitian. Penelitian
ini dilakukan di wilayah Pelabuhan
Pangkalbalam. Pelabuhan Pangkalbalam berada di Kelurahan Ketapang Kecamatan
Pangkalbalam Kota Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Secara geografis terletak pada posisi dengan koordinat 02015’32"LS
- 106071’54"BT dengan luas wilayah ± 118.339 m2.
Lokasi penelitian memiliki struktur tanah
gambut/rawa-rawa. Air gambut mempunyai karakteristik air permukaan/air
tanah banyak terdapat di daerah pasang surut, warnanya kuning/merah kecoklatan,
zat organik dan Fe yang cukup tinggi.
Secara fisik 73,6% air pada sumur gali di wilayah
Pelabuhan Pangkalbalam memiliki ciri - ciri
mengandung Fe di atas nilai yang dipersyaratkan yaitu berasa, berwarna
(kuning) berbau amis, menimbulkan noda coklat pada pakaian putih dan
kekuning-kuningan pada dinding sumur.
Gambar 1. Aerasi dan filtrasi dengan menggunakan pompa aerasi
dan saringan pasir (Said et al., 1999)
Pemeriksaan kadar Fe pada 14 unit sumur gali tersebut diperoleh rata-rata
sebesar 3,30 mg/lt, dengan kadar Fe
terendah sebesar 1,15 mg/l dan yang tertinggi sebesar 4,25 mg/l.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam yaitu pada
sumur gali yang memiliki kadar Fe yang tertinggi.
Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2011. Pada saat penelitian
musim kemarau, sehingga kadar Fe pada air sumur gali yang diperiksa hasilnya
tinggi dibandingkan pada musim penghujan, karena Fe terkonsentrasi.
Bahan dan alat. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi : 1. Pembuatan
pompa aerasi : Ember diameter 44 cm, pipa PVC ¾ “, kran ¾ ”, sok ulir dalam ¾
”, sok ulir luar, lem pipa, selang plastik 5/8 “ dan pompa tekan/pompa sepeda. 2. Pembuatan
saringan pasir : Bak plastik tinggi 40 cm, kran ¾ ”, sok ulir dalam ¾ ”, sok
ulir luar, lem pipa, kasa plastik dan media penyaring (pasir kuarsa, arang
batok kelapa, kerikil, ijuk, koral). 3. Pemeriksaan kadar Fe : air baku sumur
gali sebelum dan sesudah proses aerasi, filrasi dan kombinasinya, reagent Ferro
Ver Iron Reagent Powder Pillows dan aquadest.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi : 1. Pembuatan
pompa aerasi dan saringan pasir : Gergaji besi, pisau atau gunting, meteran dan
alat tulis. 2. Pemeriksaan kadar Fe : Colorimeter DR/890, sample cell, botol
sampel, gunting, pipet ukur 10 ml dan beeker glass 100 ml.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang kualitas air bersih, kadar Fe pada air sumur gali yang melebihi ambang
batas akan mengakibatkan gangguan fisik dan kemis bagi alat-alat rumah tangga
dan secara biologis air tersebut lambat laun akan mengganggu fisiologis tubuh
manusia. Untuk itu Pengolahan air sumur gali yang mengandung Fe tinggi tersebut
mutlak diperlukan sebab dengan dilakukan pengolahan, kerugian dari tingginya
kadar Fe dalam air dapat dihindari.
Dalam usaha meningkatkan kualitas air tersebut, maka
harus memperhatikan prinsip dasar pengolahan air yaitu konstruksinya harus
sederhana, mudah pengoperasiannya, biaya murah, memanfaatkan bahan-bahan
setempat, bersifat tepat guna dan efektif (Kusnaedi, 2010). Salah satu usaha
yang dapat dilakukan oleh masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam dalam
menurunkan kadar Fe air sumur gali melalui proses aerasi, filtrasi dan
kombinasinya (Depkes R.I., 2000).
Berdasarkan data hasil penelitian kadar Fe pada air baku
sumur gali dengan perlakuan proses aerasi, filtrasi dan kombinasinya, terdapat
penurunan. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel I
Tabel 1. Pengukuran kadar Fe air sumur gali
Ulangan
|
Kontrol
|
Pengolahan air (mg/l)
|
Persentase penurunan (%)
|
||||
A
|
F
|
AF
|
A
|
F
|
AF
|
||
I
|
4.23
|
3.00
|
1.79
|
0.59
|
29.08
|
57.68
|
86.05
|
II
|
4.24
|
3.00
|
1.80
|
0.59
|
29.25
|
57.55
|
86.08
|
III
|
4.26
|
3.02
|
1.82
|
0.61
|
29.11
|
57.28
|
85.68
|
IV
|
4.26
|
3.00
|
1.82
|
0.61
|
29.58
|
57.28
|
85.68
|
V
|
4.26
|
3.00
|
1.90
|
0.61
|
29.58
|
55.40
|
85.68
|
Jumlah
|
21.25
|
15.02
|
9.13
|
3.01
|
146.6
|
285.19
|
429.17
|
X
|
4.25
|
3.00
|
1.83
|
0.60
|
29.32
|
57.04
|
85.83
|
Keterangan : A :
Aerasi F : Filtrasi AF : Aerasi Filtrasi
Hasil pengukuran kadar Fe air menunjukkan bahwa sebelum
perlakuan dengan proses aerasi, filtrasi dan kombinasinya adalah antara 4,23
mg/l sampai dengan 4,26 mg/l dengan rata-rata 4,25 mg/l (tabel 5.4), sedangkan
sesudah dilakukan perlakuan menghasilkan kadar Fe sebagai berikut:
Proses aerasi
Berdasarkan Tabel
1 rata-rata kadar Fe air sesudah perlakuan dengan proses aerasi menggunakan
pompa aerasi sebesar 3,00 mg/lt, sedangkan
rata-rata kadar Fe air sebelum perlakuan sebesar 4,25 mg/l. Dengan
demikian terjadi penurunan sebesar 1,25 mg/l (29,32%). Hasil uji statistik
didapat p= 0,000 jadi ada perbedaan yang signifikan antara kadar Fe air sebelum
dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/ Menkes/Per/IX/1990 tentang
kualitas air bersih, maka kadar
Fe sesudah perlakuan belum memenuhi
syarat/tidak layak sebagai sumber air baku untuk air bersih bagi masyarakat di
wilayah Pelabuhan Pangkalbalam. Hal ini disebabkan waktu pengendapan setelah
proses aerasi terlalu singkat yaitu selama 45 menit. Sedimentasi dengan waktu
45 menit sebenarnya belum optimal, karena partikel-partikel tersuspensi belum
mengalami pengendapan secara
sempurna.
Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan
yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air (Depkes
RI, 2000). Menurut Sanropie (1984), waktu (Detention Time) pengendapan yang
optimal biasanya diambil 3 jam (2 - 6 jam).
Proses filtrasi
Berdasarkan Tabel
1 rata-rata kadar Fe air sesudah perlakuan dengan proses filtrasi dengan
menggunakan saringan pasir sebesar 1,83 mg/lt, sedangkan rata-rata kadar Fe air
sebelum perlakuan sebesar 4,25 mg/l. Dengan demikian terjadi penurunan sebesar
2,42 mg/l (57,04%). Hasil uji statistik didapat p=0,000 jadi ada perbedaan yang
signifikan antara kadar Fe air sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang kualitas air bersih, maka kadar Fe air sesudah perlakuan nilainya masih
di atas ambang batas sehingga belum memenuhi syarat/tidak layak sebagai sumber
air baku untuk air bersih bagi masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam.
Hal ini disebabkan tingkat ketebalan media penyaring
seperti pasir kuarsa dan arang tempurung kelapa belum optimal dalam mengadsorbsi dan mengabsorbsi kadar Fe dalam
air, dimana dalam penelitian ini menggunakan ketebalan pasir kuarsa 15 cm dan
arang batok kelapa 7 cm. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Susilawati (2007) bahwa ketebalan pasir
kuarsa dan arang aktif pada saringan pasir yang paling efektif dalam menurunkan kadar Fe dalam air sumur gali
adalah dengan ketebalan 25 cm dan 15 cm.
Proses aerasi
filtrasi
Berdasarkan Tabel
1 rata-rata kadar Fe air sesudah perlakuan kombinasi antara proses aerasi
filtrasi dengan menggunakan pompa aerasi
dan saringan pasir sebesar 0,60 mg/lt, sedangkan kadar Fe sebelum perlakuan sebesar 4,25 mg/l.
Dengan demikian terjadi penurunan sebesar 3,65 mg/l (85,83%). Hasil uji
statistik didapat p=0,000 jadi ada perbedaan yang signifikan antara kadar Fe
air sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang kualitas air bersih, maka rata-rata kadar Fe air sesudah perlakuan,
nilainya di bawah ambang batas sehingga air tersebut sudah memenuhi
syarat/layak sebagai sumber air baku untuk air bersih bagi masyarakat di
wilayah Pelabuhan Pangkalbalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggabungkan
proses aerasi dan filtrasi lebih efektif dalam menurunkan kadar Fe dalam air
sumur gali. Menurut Depkes RI (2000) penurunan dan penghilangan kadar Fe akan
menjadi efektif apabila setelah proses aerasi diikuti dengan proses filtrasi.
Menurut Kusnaedi (2010) prinsip kerja aerasi dan filtrasi adalah memasukkan
udara atau oksigen ke dalam air dengan harapan kation logam Fe membentuk
senyawa oksida logam yang dapat disaring melalui filtrasi. Dengan mengontakkan
udara ke dalam air baku menggunakan pompa sepeda yang disambungkan dengan pipa
aerator yang berfungsi untuk menyebarkan
udara ke dalam air baku, maka oksigen akan beroksidasi dengan besi terlarut
yang menghasilkan Ferric dan Ferroc
dalam bentuk endapan/padatan. Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan
kotoran dapat diendapkan semua. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang
besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih
melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih, maka
air baku yang sudah dipompa aerasi dan diendapkan, kemudian dilakukan filtrasi
ke bak saringan pasir yang tersusun atas media penyaring seperti pasir kuarsa,
arang batok kelapa, ijuk dan batu kerikil/ koral.
Dengan demikian pengolahan air yang dianjurkan untuk
diterapkan oleh masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam adalah
menggabungkan antara proses aerasi dan filtrasi. Jika masyarakat ingin
menerapkan metode tersebut, maka alat dan bahan yang dibutuhkan sangat mudah
didapatkan di daerah Pangkalbalam. Disamping itu juga biaya yang dikeluarkan
sangat terjangkau dan cara pembuatannya sangat mudah dan sederhana. Untuk pompa
aerasi, masyarakat hanya membeli pompa sepeda seharga Rp 15.000, selang plastik
sebanyak 3 meter dengan harga @ Rp 5.000 per meter, sedangkan pipa PVC
sepanjang 40 cm dapat memanfaatkan sisa instalasi perpipaan. Untuk saringan
pasir masyarakat hanya membeli sok ulir dan kran seharga masing-masing Rp.
5.000, sedangkan untuk bak penyaring dapat memanfaatkan ember sisa cat tembok
besar dan media penyaring seperti pasir kuarsa, arang batok kelapa, ijuk dan
batu kerikil dapat memanfaatkan sumber daya alam di Pulau Bangka yang sangat
melimpah.
Dengan demikian estimasi biaya yang dikeluarkan
masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam untuk pembuatan pengolahan air
dengan proses aerasi filtrasi adalah sebesar Rp. 40.000. Dengan biaya yang
murah masyarakat dapat menikmati air bersih yang memenuhi syarat untuk
keperluan rumah tangga selama bertahun-tahun.
Harapan peneliti dengan penerapan teknologi pengolahan
air secara sederhana dan tepat guna tersebut, maka permasalahan penyediaan air
bersih terutama tingginya kadar Fe pada air sumur gali dapat teratasi. Dengan demikian akan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam.
Sosialisasi Ke
Masyarakat
Kegiatan sosialisasi
dilaksanakan di Koperasi TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) pada tanggal 02
November 2011. Tujuan sosialisasi tersebut adalah memberikan informasi tentang
pengolahan air yang efektif untuk menurunkan kadar Fe pada air sumur gali di
wilayah Pelabuhan Pangkalbalam sesuai kadar yang diizinkan oleh Permenkes RI
No. 416/Menkes/Per/IX/
1990 tentang kualitas air
bersih adalah dengan perlakuan kombinasi
proses aerasi dan filtrasi. Selain itu
juga dijelaskan tata cara pembuatan, penggunaan dan pemeliharaan alat.
Dengan sosialisasi yang telah
dilaksanakan, masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam bukan hanya sekedar
menerima hasil penelitian ini, akan tetapi mau menerapkan metode pengolahan air
dengan kombinasi proses aerasi dan filtrasi.
KESIMPULAN
1.
Proses aerasi,
filtrasi dan kombinasinya secara signifikan dapat menurunkan kadar Fe air sumur
gali di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam.
2.
Metode pengolahan
air yang efektif untuk menurunkan kadar Fe air sumur gali di wilayah Pelabuhan
Pangkalbalam adalah dengan kombinasi proses aerasi dan filtrasi.
SARAN
Untuk
peneliti selanjutnya perlu melakukan pengolahan air menggunakan kombinasi
proses aerasi dan filtrasi dengan penambahan koagulan (tawas) atau
menggunakan metode aerasi lainnya untuk mendapatkan penurunan kadar Fe yang
tidak saja memenuhi Permenkes No 416/ Menkes/Per/IX/1990 tentang kualitas air
bersih, akan tetapi dapat memenuhi Permenkes RI No 492/Menkes/Per/IV/2010
tentang kualitas air minum. Dengan demikian masyarakat di wilayah Pelabuhan Pangkalbalam
selain memanfaatkan air sebagai sumber air bersih, juga dapat memanfaatkan sebagai sumber air
baku untuk air minum setelah dimasak terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI., 2000. Materi Pelatihan Instruktur Perbaikan Dan Pengawasan Kualitas Air dan
Lingkungan untuk mendukung Pendekatan Partisipatori. Jakarta : Ditjen PPM
& PLP.
Departemen Pekerjaan Umum R.I., 2005. Pelatihan Pengawasan Kualitas Air. Sumsel : Dirjen Cipta
Karya Dir. Bina Pelaksanaan Wilayah Barat.
Djasio Sanropie, et al., 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS, Proyek Pengembangan
Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Pangkalpinang.,
2010. Laporan Tahun 2010. Pangkalpinang
: Seksi PRL dan KLW.
Kusnaedi., 2010. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air
Minum. Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya.
Media Informasi Kegiatan., 2010. Pertemuan B/BTKL PPM Se-Indonesia. MKI BBTKL PPM, Vol.8, No. 3,:
17-18.
Nusa
Idaman Said, Wahjono., 1999. Pengolahan
Air Sungai/Gambut Sederhana. Jakarta : BPPT
Slamet,
JS., 2004. Kesehatan Lingkungan.
Cetakam keenam, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Supriyanto C, Samin, Zainul Kamal., 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd
Pada Ikan Air Tawar Dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA).
Yogyakarta : Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan.
Susilawati., 2007. Efektifitas Berbagai Ketebalan Pasir Kuarsa
Pada Saringan Pasir Sederhana untuk menurunkan Kadar Fe Pada Air Sumur Gali Di
Lingkungan Nelayan I Kelurahan Sungailiat Kabupaten Bangka. Skripsi,
Pangkalpinang : Stikes Abdi Nusa
Totok, C.S, Eny Suciastuti., 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Cetakan ketujuh. Jakarta : Rineka
Cipta.
Tuti Rahayu., 2004. Karakteristik
Air Sumur Dangkal Di Wilayah Kartasura dan Upaya Penjernihannya. Surakarta :
Universitas Muhammadiyah.
Komentar
Posting Komentar