Makalah SLE ( Lupus Eritematosus Sistemik ) VERSI ABDUL GOFUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Kongres
Internasional Lupus eritematosus Sedunia
di New York, awal Mei lalu, lebih dari 1200 peserta dari seluruh penjuru dunia
hadir, baik dari kalangan medik, perawat, peneliti, maupun mereka yang terkena
lupus. Dokter spesialis yang hadir pun beragam, seperti spesialis penyakit
dalam, konsultan hematologi, rematologi, ginjal, spesialis kulit dan kebidanan.
Organisasi ataupun perhimpunan orang dengan lupus eritematosus juga
hadir dari berbagai negara, dari Indonesia hadir Ketua Yayasan Lupus eritematosus Indonesia (YLI)
yang merupakan wakil satu-satunya dari perhimpunan serupa di Asia.
Untuk diketahui
saat ini, ada lebih dari 5 juta pasien lupus eritematosus di seluruh
dunia dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia
anak, dewasa, laki-laki, dan perempuan. Sebagian besar pasien lupus eritematosus ditemukan pada
perempuan usia produktif. Jumlah pasien di Indonesia yang secara tepat tidak
diketahui diperkirakan paling tidak sama dengan jumlah pasien lupus eritematosus di
Amerika, yaitu 1.500.000 orang. Beberapa data menunjukkan insiden penyakit
lupus eritematosus ras Asia lebih tinggi dibandingkan dengan ras
Kaukasia. Saat ini pasien lupus eritematosus yang
terdaftar sebagai anggota YLI ada 757 orang, sebagian besar berdomisili di
Jakarta.
Salah satu tujuan proklamasi hari lupus eritematosus sedunia adalah meningkatkan kualitas layanan dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi pengidap lupus eritematosus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penyakit lupus dan dampak lupus eritematosus terhadap kesehatan. Di Indonesia, rendahnya kompetensi dokter untuk mendiagnosis penyakit secara dini dan mengobati penyakit lupus eritematosus dengan tepat tercermin dari pendeknya survival 10 tahun yang masih sekitar 50 persen, dibandingkan dengan negara maju, yang 80 persen.
Salah satu tujuan proklamasi hari lupus eritematosus sedunia adalah meningkatkan kualitas layanan dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi pengidap lupus eritematosus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penyakit lupus dan dampak lupus eritematosus terhadap kesehatan. Di Indonesia, rendahnya kompetensi dokter untuk mendiagnosis penyakit secara dini dan mengobati penyakit lupus eritematosus dengan tepat tercermin dari pendeknya survival 10 tahun yang masih sekitar 50 persen, dibandingkan dengan negara maju, yang 80 persen.
Masalah berikutnya adalah belum terpenuhinya kebutuhan pasien lupus eritematosus dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan lupus. Dirasakan penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit lupus eritematosus terhadap kesehatan. Masalah lupus eritematosus tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan pasien, namun juga mempunyai dampak psikologi dan sosial yang cukup berat untuk pasien maupun keluarganya.
Lupus eritematosus merupakan
penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan sistem imun yang menyebabkan
peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan
tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing
(misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan
tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan
kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan.
Manifestasi
dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya tergantung dari target
organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai penyakit lain seperti
multiple sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan demam berdarah, sehingga
sering menyulitkan dalam penegakkan diagnosa.
Para tenaga
medis sangat berhati-hati dalam mendiagnosa lupus eritematosus, pemeriksaan
status sistem imun yang lengkap dan menyeluruh, termasuk mengetahui seluruh
riwayat penyakit pasien mutlak diperlukan sebelum diagnosa lupus eritematosus ditegakkan.
Perkembangan
penelitian penyebab dan pengobatan Lupus eritematosus di dunia
cukup menjanjikan dalam 3 dekade terakhir, terlihat bahwa pendekatan pengobatan
mulai berubah, diagnosa dini mulai dapat ditegakkan, manifestasi penyakit pada
sebagian besar pasien mulai dapat dikontrol sehingga jumlah dan jenis
obat-obatan yang dikonsumsi dapat dikurangi.
B. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui
secara umum tentang lupus eritematosus.
b. Tujuan khusus
· Untuk mengetahui
pengertian lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
tentang etiologi lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
tentang epidemiologi lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
tentang patofisiologi lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
tentang klasifikasi lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
manifestasi klinis lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
tentang penatalaksanaan lupus eritematosus
· Untuk mengetahui
tentang asuhan keperawatan lupus eritematosus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lupus Eritematosus
Penyakit sistem
daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh pasien lupus membentuk
antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati,
sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
Lupus adalah
penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ tubuh
yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. kelainan ini dikenal dengan
autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam
merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika sistem imun
yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus
SLE).
SLE (Sistemics
lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum
diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun
dalam tubuh.
Lupus
eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan
menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa
bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu
angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit
diperoleh. SLA menyeranga wanita kira – kira delapan kali lebih sering dari
pada pria. Penyakit ini sering kali bherawal pada akhir masa remaja atau awal
masa dewasa. Di amerika ga Serikat penyakit ini menyerang wanita berkulit hitam
tiga kali lebih sering dar pada wanita berkulit putih jika penyakit ini
bermuncul pada uia diatas 60 tahun, biasanya akan lebih mudh untuk diatasi.
SLE adalah
salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus yang etiologinya tidak
diketahui. Kelompok ini meliputi SLE,skleroderma, polimiositis, artritis
reumatoid, dan sindrom sjogren. Gangguan-gangguan ini sering kali memiliki
gejala-gejala yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya dan dapat
tampil secara bersamaan, sehingga diagnosis menjadi semakin sulit untuk
ditegakkan secara akurat. SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan ringan
sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan dan mematikan. Namun demikian,
keadaan yang paling sering ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau hampir
remisi yang berlangsung untuk waktu yang lama. Identifikasi awal dan
penatalaksanaan SLE biasanya dapat memberikan proknosis yang lebih baik.
B. Etiologi
Sehingga kini
faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal
belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran
ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit
Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum
wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai
peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus
(SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit
Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau
bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang
itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
C. Epidemiologi
Prevalansi SLE di
berbagai negara sangat bervariasi. Prevalansi pada berbagai populasi yang
berbeda-beda.Dari berbagai
sumber diadapatkan data antara lain :
a. Prevalansi penyakit SLE adalah 0, 06 % dari populasi umum. (kirsch, et
all).
b. Di amerika serikat, insiden penyakit SLE adalah 14, 6 –
50.8 kasus/100.000 orang sedangkan prevalensinya
24-100/100.000 orang. The Lupus Foundation of America( LFA ) memperkirakan sekitar 1,5 juta penduduk Amerika Serikat
menderita penyakit SLE dengan berbagai tipe terutama wanita. Orang Amerika
keturunanAfrika, Hispanik, orang Amerika
asli dan orang Asia memiliki resiko besar untuk menderita penyakit
SLE.
c. Prevalensi penyakit SLE di Swedia adalah 36/100.000orang.
d. Di Inggris prevalensinya hampir sama dengan orangAsia 40/100.000
e. Di negara Eropa prevalensi SLE 20/100.000 orangf.Penyakit
SLE lebih sering menyerang pada usia 15 – 40tahun tetapi semua
umur bisa saja terkena,
f. penyakit SLE lebih sering menyerang
pada wanita daripada pria ( 9 :1 ) sedangkan pada anak-anak meningkat 10
: 1
g. Pada wanita Eropa umur 15 -24 tahun prevalensinya1/700 orang
wanitah.
h. Pada wanita Amerika-Afrika umur 15 – 24 tahun prevalensinya
1/245 orang wanita
i. Yang menarik perhatian adalah penyakit SLE jarangditemukan di
Afrika. Ada 2 kemungkinan penyebabanya yaitu :
Ø aktor resiko lingkungan lebih banyak di AmerikaSerikat dan Eropa
dibandingkan dengan Afrika.
Ø Campuran dari gen keturunan Afrika dengan orangEropa menghasilkan gen-gen yang meningkatkankerentanan
terhadap penyakit SLE ini.
j. Terdapat juga tendensi familial. Faktor ekonomi dangeografi tidak
mempengaruhi distribusi penyakit.
D. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus,
yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang
kulit.
2. Systemics
Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti
kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf.
Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced,
penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya
biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
Pengaruh
kehamilan terhadap SLE
Eksaserbasi
terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE,
maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II
eksaserbasi 15%, postpartum 20%.
Pengaruh SLE
terhadap kehamilan
Prognosis
b’dasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan
prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk.
Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neonatal.
E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
F. Manifestasi
Klinis
Jumlah dan
jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit lain,
dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnyayang tidak diketahui) menentukan
gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit,
bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai
dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat.
Gejala pada
setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan
masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu
organ, tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.
1. Sistem Muskuloskeletal
a. Artralgia
b. artritis
(sinovitis)
c. pembengkakan
sendi,
d. nyeri tekan dan
rasa nyeri ketika bergerak, dan rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem
Integument (Kulit)
a. Lesi akut pada
kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung
serta pipi
b. Ulkus oral
dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
a. Perikarditis
merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem
pernafasan
a. Pleuritis atau
efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
a. Inflamasi pada
arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
b. eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem
perkemihan
a. Glomerulus
renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
a. Spektrum
gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit
neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
lupus tidak mudah. Penyakit ini memiliki banyak manifestasi dan setiap orang
memiliki pola tersendiri yang berubah dari waktu ke waktu, yang terkadang
berlangsung cepat. Secara umum, pasien dengan lupus berat, misalnya lupus
ginjal atau sistem saraf pusat (SSP), dan mereka yang menderita lebih dari satu
jenis penyakit autoantibodi cenderung memiliki gejala yang serius dan menetap.
Pasien yang memiliki gejala ringan dapat terus mengalami gejala ringan atau
berkembangmenjadi lebih serius. Sehingga penting untuk memperhatikan semua
gejala baru yang timbul sebagai manifestasi dari penyakit tersebut karena
penatalaksanaan lupus sangat berkaitan dengan gejala klinis dan organ tubuh
yang terkena.
1. Penilaian
Aktivitas Penyakit
Penilaian
klinis aktivitas penyakit sama pentingnya dengan hasil tes laboratorium.
Kelelahan, demam atau perubahan emosi dapat menjadi indikasi aktifnya lupus,
seperti juga munculnya ruam atau nyeri sendi. Pemantauan aktifitas penyakit
sangat diperlukan untuk menentukan agresifitas penatalaksanaan lupus dan dosis
obat yang dibutuhkan. Hal ini dapat dimonitor dari banyaknya organ tubuh pasien
yang terkena dan tes laboratorium yang sesuai untuk memantau aktifitas penyakit
misalnya pemeriksaan tes fungsi ginjal,atau fungsi paru, jumlah sel darah putih
(leukosit), sel darah merah (hemoglobin) atau bahkan laju endap darah (LED).
Berbagai indeks
penilaian derajat penyakit telah dikembangkan dan digunakan oleh para
spesialis, namun aktivitas penyakit yang terus berubah dan kerusakan jaringan
yang terjadi menyulitkan untuk membedakan pengaruh dari peradangan aktif atau
akibat kerusakan yang terbentuk. Sehingga pada prakteknya, lupus dibagi
menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan berat, sesuai dengan berat
ringannya gejala yang muncul.
2. Lupus Ringan
Manifestasi
yang umum adalah nyeri sendi, ruam, sensitif terhadap cahaya matahari, sariawan
di mulut, Raynaud’s syndrome (perubahan warna pada ujung jari akibat suhu
dingin), rambut rontok, dan kelelahan. Seringkali gejala tersebut cukup
dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari dengan
menggunakan tabir surya. Hidroksikloroquin umumnya digunakan dalam gejala ini.
Kelelahan
merupakan gejala lain dari tingkatan ini yang terkadang menjadi alasan
digunakannya steroid dosis rendah, walaupun hasilnya kadang tidak maksimal.
Nyeri sendi atau ruam kulit dapat juga menggunakan dosis tersebut. Dosis
steroid yang tinggi harus dihindari jika resiko efek samping yang timbul
cenderung lebih besar dari manfaatnya. Hal ini penting untuk dipertimbangkan
dalam membuat keputusan pemberian steroid karena efek samping obat lebih umum
terjadi pada orang dengan lupus dibandingkan populasi lainnya. Pola hidup sehat
(makanan sehat dan olah raga ringan yang teratur) juga sangat dianjurkan.
3. Lupus Sedang
Tingkatan ini
meliputi pleuritis (radang selaput paru), perikarditis (radang selaput
jantung), ruam berat dan manifestasi darah seperti trombositopenia atau
leukopenia. Dalam kasus ini, terapi steroid biasanya sudah dibutuhkan,
namun dengan penggunaan dosis yang cukup untuk mengendalikan penyakit dan
kemudian menguranginya menjadi dosis pemeliharaan serendah mungkin. Agak sulit
untuk menstandarisasi dosis, namun pada umumnya Pleuritis dapat dikontrol
dengan 20mg prednisolon per hari, kelainan darah membutuhkan dosis 40mg atau
lebih.
Hidroksikloroquin
sudah memadai sebagai tambahan steroid, tapi kadang obat imunosuppressan juga
dibutuhkan seperti: Azathioprine, dan Methotrexate. Siklosporin juga dapat
digunakan khususnya dalam pengobatan trombositopenia, tetapi karena
kecendrungan menyebabkan hipertensi dan merusak fungsi ginjal harus digunakan
secara hati-hati. Obat- obat immunosupresan ini membutuhkan waktu 1-3 bulan
sampai efeknya muncul,sehingga dalam periode tersebut steroid masih dibutuhkan
dalam dosis yang cukup untuk mengontrol penyakit. Jika pasien sudah
dapat distabilkan dengan obat imunosupresan, dosis steroid harus segera
diturunkan ke dosis terendah untuk pengendalian penyakit.
4. Lupus Berat
Ginjal, SSP,
dan manifestasi kulit berat atau kelainan darah berat termasuk ke dalam
tingkatan ini. Steroid sangat dibutuhkan dalam tahap ini dengan tambahan obat
immunosupresan. Prednisolon atau metilprednisolon intravena mungkin
dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit ini. Azathioprin, methotrexate, atau
mychophenolate dapat digunakan sebagai imunosupresif dan dapat mengurangi dosis
steroid yang diperlukan. Pengobatan dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: induksi
awal dimana penyakit aktif dikendalikan, dan fase pemeliharaan agar penyakit
tetap terkontrol.
Pengobatan
tambahan yang digunakan untuk lupus berat meliputi immunoglobulin intravena,
plasma exchange, dan antibodi monoclonal (agen biologi). mengalami penurunaan
penggunaannya dibandingkan waktu yang lalu tapi banyak yang masih percaya bahwa
pengobatan tersebut sangat membantu pada lupus akut, penyakit berat, dan
sebagian lupus yang mengenai otak. Antibodi monoklonal, terutama rituximab
sangat menjanjikan dan cenderung memainkan bagian penting dalam pengelolaan
penyakit sedang dan berat.
H. Aspek Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus
menghargai hak-hak pasien/klien2
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk
memilih treatment terbaik untuk dirinya3
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk
melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang
lain dan secara aktif berkontribusi bagi
kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
kewajiban perawat
untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cideraPrinsip :Jangan
membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri
ataupenderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai
perasaaanorang lain
5. Confidentiality (hak kerahasiaan)
menghargai
kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakanpasien kepada perawat
6. Justice (keadilan)
Ø kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang
Ø Perkataan adil sendiri berarti tidakmemihak atau tidak
berat sebelah
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Ø Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan
bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil
Ø Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim
(tanggungjawab tidak hanya pada satuprofesi), 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
Ø Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang
berlaku
Ø Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut
aturan yang disepakati
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
Ø Kewajiban untuk mengatakan kebenaran
Ø Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait
informed-consent
Ø Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu
mengutarakan kebenaran
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN SLE
A. Pengkajian
1. Anamnesis
riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya
hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
a. Friction rub
perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
b. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor
lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem
Muskuloskeletal
Pembengkakan
sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem
integumen
a. Lesi akut pada
kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung
serta pipi.
b. Ulkus oral
dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem
pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada
arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di
ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor
lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan
hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi
depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi
SSP lainnya.
B. Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
b. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
c. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
C. Intervensi
(Rencana Tindakan)
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri b/d inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan dan
Kriteria Hasil :
Tujuan :
a. Gangguan nyeri dapat teratasi
b. Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
Kriteria Hasil
:
a. Skala Nyeri :
1-10
Rencana
Tindakan (Intervensi; simbol I) dan Rasional (simbol R)
ü Mandiri
:
1. I : Kaji
Keluhan Nyeri : Pencetus, catat lokasi, karakteristik, dan intensitas (skala
nyeri 1-10).
R : Nyeri
hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan
jaringan/kerusakan tetapi, biasanya paling berat selama penggantian balutan dan
debridemen.
2. I : Tutup luka
sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara
terbuka.
R : suhu
berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung
saraf.
3. I : Pertahankan
suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
R : pengaturan
suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk
mencegah menggigil.
4. I : Lakukan
penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada
hidroterapi.
R : menurunkan
terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan
debridemen.
5. I : Dorong
ekspresi perasaan tentang nyeri.
R : Pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
6. I : Dorong
penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam,
bimbingan imajinasi dan visualisasi.
R : memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control, yang
dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
7. I : Berikan
aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
R : membantu
mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.
ü Kolaborasi
I : Berikan
analgesic sesuai indikasi.
R : membantu
mengurangi nyeri.
2. Diagnosa
Keperawatan : Kerusakan integritas kulit b/d proses penyakit.
Tujuan dan
Kriteria Hasil :
Tujuan :
Pemeliharaan
dan perawatan integritas kulit
Kriteria Hasil
:
Kulit dapat
terpelihara dan terawat dengan baik.
Rencana
Tindakan dan Rasional
ü Mandiri
1. I : Kaji kulit
setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan
amati perubahan.
R : Menentukan
garis dasar di man perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan
intervensi yang tepat.
2. I :
Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh kemudian
mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan
lotion atau krim.
R :
mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier
infeksi.
3. I : Gunting
kuku secara teratur.
R : kuku yang
panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4. I : Tutupi luka
tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis,
duoderm, sesuai petunjuk.
R : Dapat
mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
ü Kombinasi
:
I : gunakan/berikan obat-obatan (NSAID dan kortikosteroid) sesuai indikasi
R: Digunakan
pada perawatan lesi kulit.
3. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan b/d kurangnya sumber
informasi.
Tujuan dan Kriteria
Hasil :
Tujuan :
Memberikan
informasi tentang penyakit dan prosesnya kepada klien dan keluarga klien/orang
terdekat (bila tidak ada keluarga).
Kriteria Hasil
:
Klien dan
keluarga klien/orang terdekat mendapatkan pengetahuan dari informasi yang diberikan
Rencana Tindakan dan Rasional
1. I : Tinjau
ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa depan.
R : Memberikan
pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2. I : Tinjau
ulang cara penularan penyakit.
R: mengoreksi
mitos dan kesalahan konsepsi, meningkatkan , mendukung keamanan bagi
pasien/orang lain.
3. I : Dorong
aktivitas/latihan pada tingkat yang dapat di toleransi pasien.
R : merangsang
pelepasan endorphin pada otak, meningkatkan rasa sejahtera.
4. I : Tekankan
perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi
R : memberi
kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan/individu.
5. I :
Identifikasi sumber-sumber komunitas, misalnya rumah sakit sebelumnya/pusat
perawatan tempat tinggal.
R : Memudahkan
pemindahkan dari lingkungan perawatan akut; mendukung pemulihan dan
kemandirian.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana
terdapat kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ
dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan
antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus)
karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi
tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang
terikat pada antigen) di dalam jaringan.
Manifestasi dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya
tergantung dari target organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai
penyakit lain seperti multiple sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan
demam berdarah, sehingga sering menyulitkan dalam penegakkan diagnosa.
Para tenaga medis sangat berhati-hati dalam mendiagnosa lupus eritematosus, pemeriksaan
status sistem imun yang lengkap dan menyeluruh, termasuk mengetahui seluruh
riwayat penyakit pasien mutlak diperlukan sebelum diagnosa lupus eritematosus ditegakkan.
Perkembangan penelitian penyebab dan pengobatan Lupus eritematosus di dunia cukup
menjanjikan dalam 3 dekade terakhir, terlihat bahwa pendekatan pengobatan mulai
berubah, diagnosa dini mulai dapat ditegakkan, manifestasi penyakit pada
sebagian besar pasien mulai dapat dikontrol sehingga jumlah dan jenis
obat-obatan yang dikonsumsi dapat dikurangi.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada
seluruh mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit lupus
eritematosus. Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik
dan bermanfaat bagi kita semua.
Kami enulis menyadaribahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu kami mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &
suddarth. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2001
Robbins &
cotran. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7.
Jakarta: EGC,2008
Isselbacher,
dkk. Prinsip- prinsip ilmu penyakit. Edisi. 13. Jakarta: EGC, 2000
Marilyn E.
Doenges. Rencana asuhan keperawatan. Edisi. 3. Jakarta: EGC, 1999
Komentar
Posting Komentar